Sunday, August 21, 2022

Tulisan Dulu "Pribadi Reflektif"

 Lagi-lagi, tulisan yang pernah aku buat untuk dikirimkan ke projek menulis teman-teman alumni Sampoerna School of Education (SSE) beberapa tahun lalu. Sayangnya, tidak lolos untuk dibukukan bersama tulisan teman-teman lainnya. Entah karena waktu itu aku terlambat menyelsaikan, atau karena tidak memenuhi kriteria standar. Tak apa. Sekarang, menarik juga untuk aku baca. 

Date modified 10/11/2019 09:15 PM

Sudah setengah tahun aku bekerja sebagai Content Analyst di sebuah perusahaan multi nasional di Kuala Lumpur, Malaysia. Tugas utamaku adalah menganalisa penggunaan sosial media oleh masyarakat, khususnya di Indonesia, dengan berbagai kepentingan yang mereka miliki. Selama melakukan pekerjaan ini, aku harus melihat dan mengkaji banyak hal, dari yang sangat aku sukai sampai yang aku tidak suka dan bahkan terkadang sangat menggangguku. Beberapa hal yang menggangguku adalah seperti kekerasan pada anak dan/atau binatang, dan intimidasi dan pelecehan terhadap seseorang. Aku masih ingat sekali ketika ada seorang ibu tua yang dipermalukan oleh sekelompok orang hanya karena ibu tua tersebut ketahuan mencoba mencuri sekarung beras dari sebuah toko. Aku sama sekali tidak sanggup melihatnya sampai sampai aku pun menangis dan butuh waktu sejenak untuk menenangkan diri. Sampai saat ini, aku melihat berbagai macam kejahatan satu demi satu yang nyata terjadi di luar sana, bukan hanya di film buatan. Ternyata, banyak orang di luar sana yang sangatlah kejam dan tidak punya hati.

Berangkat dari peristiwa di atas, aku menemui seorang psikolog yang memang sudah di sediakan pihak perusahaan jika sewaktu-waltu ada karyawan yang membutuhkan. Aku pun mulai menceritakan hal di atas dan beberapa peristiwa lainnya yang aku temui dan sangatlah menggangguku. Tidak bisa tertahankan lagi, aku pun bercerita dengan penuh tangisan melampiaskan perasaanku. Setelah bercerita, psikolog mulai mengajakku berdiskusi dan aku belajar sesuatu dari sini. Dia menjelaskan bahwa pada dasarnya segala apapun yang aku lihat adalah peristiwa yang sudah terjadi, dan aku tidak punya daya ataupun upaya sama sekali untuk mencegahnya ketika aku melihat. Kepedulianku yang sangat tinggi dan keinginanku untuk mencegahnya ternyata bergesekan dengan ketidakberdayaanku saat aku melihatnya sehingga membuatku merasa sangat sedih. Psikolog pun memberikan saran supaya aku lebih terbuka dengan hal-hal yang tidak aku inginkan terjadi tetapi sudah terjadi.

Setelah obrolan dengan psikolog di atas, aku masih terus merenungkan apa yang kami bicarakan, terutama mengenai kenapa aku selalu melibatkan diriku jauh kedalam berbagai situasi yang aku lihat. Tidak lama kemudian aku ingat serangkaian ‘refleksi’ yang seringkali menjadi bagian dari proses belajar dan tidak jarang menjadi tugas selama aku di Sampoerna. Aku masih ingat jelas pertanyaan yang biasanya dijadikan panduan seperti apa yang kamu ketahui sebelumnya?; apa yang tidak kamu ketahui sebelumnya?; apa yang kamu ketahui sekarang?; dan, apa langkah kamu selanjutnya? Ternyata, bahkan tanpa aku sadari, serangkaian proses refleksi ini telah membentukku menjadi pribadi reflektif saat ini dengan rasa empati dan simpati sangat tinggi terhadap hal-hal yang terjadi di sekitar sehingga kepedulian ini menjadi pendorong untuk melakukan perubahan di masa yang akan datang.

Seperti obrolan dengan psikolog sebelumnya, segala hal yang tidak aku inginkan terjadi di luar sana sudahlah terjadi dan saat ini aku sudah tidak dapat melakukan apapun untuk hal itu, tetapi aku masih punya masa depan yang bisa aku rubah. Aku mungkin tidak bisa melakukan apapun dengan kejahatan-kejahatan yang aku lihat selama aku mengkaji penggunaan sosial media di segala penjuru Indonesia, tetapi bukan berarti aku tidak bisa melakukan apa-apa. Aku pun mulai bertanya kepada diriku sendiri tentang apa yang bisa aku lakukan dan aku jangkau dengan kesempatan yang ada di sekitarku dan kesempatan yang aku miliki. Dari berbagai isu yang ada di sekitar adalah terkait para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Malaysia. Aku menemukan berbagai macam permasalahan yang terjadi termasuk kekerasan oleh majikan dan gaji yang lebih rendah dibandingkan pekerja asal negara lain yang disebabkan keterbatasan kemampuan Bahasa Inggris mereka. Oleh karena itu, aku pun memutuskan untuk menjadi bagian dari Edukasi untuk Bangsa sebagai salah satu tenaga pengajar Bahasa Inggris di sana, dan membantu pengembangan program Bahasa Inggris di Indonesia Domestic Worker Federation untuk para Pekerja Rumah Tangga (PRT).

Aku yakin pribadi reflektif ini tidak hanya terbentuk dalam diriku sendiri, tetapi juga pada semua teman-temanku di berbagai profesi yang mereka tekuni saat ini dimanapun mereka berada.  

No comments:

Post a Comment

Thank you for the comment.

Mulai tertata (Fri, Day 17 2025)

Dari bangun, langsung bergegas mulai belajar. Padahal rencana mau bangun jam 7. Eh malem semalem baca 2 artikel sebelum tidur dan bikin susa...