Tadi
siang aku ambil belok kiri sewaktu di perjalanan menuju Jakarta dari Karawang.
Eh ternyata itu jalur khusus untuk mobil menuju ke jalan tol. Langsung deh ambil
langkah mundur dorong motor dan lanjutkan perjalanan. Ternyata di depan
dihadang Pak Polisi. Diminta tuh STNK dan SIM dan diajak ke pos polisi. Di pos,
Pak Polisi bilang untuk hadir di pengadilan dan nunjukin lembaran merah dan
tercantum beberapa nominal denda pelanggaran. Katanya nanti aku akan kena denda
100.000 di pengadilan. Aku tanya deh kapan dan di pengadilan mana.
Pengadilannya di pengadilan Bekasi tanggal 29 Juli. Langsung aja aku berpikir kalau aku gak tahu
lokasinya dan aku punya jadwal ngajar di hari itu. Tapi pengen coba juga sih buat ikutan ke pengadilan biar
punya pengalaman. Lagian aku pernah baca bukunya Panji (Nasionalisme, kalau gak
salah itu judulnya), bahwa lebih baik kita ikutin aja aturan untuk hadir di
pengadilan kalau melakukan pelanggaran lalu lintas, ya daripada ngasih uang
secara langsung ke polisi yang sebenarnya serupa dengan sogok-menyogok.
Ternyata
si Pak Polisi langsung aja nawarin "Mau dikasihin atau ke
pengadilan? Gak tau juga kan pengadilannya dimana". Aku berasa deg-degan dan agak gemeter takut sampe suaranya
kedengeran kaya mau nangis, "Saya gak tau. Kalo dikasihin?". Langsung
aja deh tuh si Pak Polisi bilang "Ya kalo dikasihin ini ditebus (sambil
nunjukin STNK dan SIM ku). Sekarang ada gak uang segini? (sambil nunjuk nominal
100.000 di lembaran merah tadi itu)". "Gak ada Pak. Saya gak bawa
uang" Suaraku agak gemeter gitu sih, tapi ini bukan akting, beneran
dan natural. "Yaudah sekarang adanya berapa?" Katanya lagi. "Ya
tapi saya gak bawa uang, Pak". Sebenernya ada sih uang selembar 50.000 di
dompet, tapi kan buat beli bensin, jadi aku gak bohong kan kalau aku bilang gak
punya duit. Akhirnya, Pak Polisi ngasihin STNK dan SIM ke aku sambil bilang
"Yaudah ini buat peringatan."
*Ditulis seminggu yang lalu, 17 Juli 2016
*Ditulis seminggu yang lalu, 17 Juli 2016