Friday, May 13, 2016

Catatan Kaki KKN 3

Selasa, 22 April 2014
Baiklah, aku memutuskan hal yang aku pelajari saja, tidak harus semua kegiatan di hari ini akan kuceritakan.

Pagi-pagi sekali  terdengar suara berisik mesin di depan ruumah. Karena aku mengantuk, jadi tetap melanjutkan tidur tanpa memperdulikan suara gemuruh itu. Setelah dibangunkan oleh teman-teman untuk sarapan, aku langsung bangun dan makan. Setelah itu kami langsung menuju ke lantai dua masjid (tempat kami melaksanakan program perpustakaan). Dan ternyata suara berisik itu berasal dari mesin penggiling padi di depan rumah. Mesin sudah berhenti bekerja ketika aku hampiri. Mas ikin sudah berdiri disitu dari tadi sepertinya. Setelah menimbang beras hasil penggilingan, Mang Empu (salah satu putra Mak Um dan juga tinggal satu rumah dengan Mak Um, tepat bersebelahan dengan base camp kami. Mang Empu tidak lain adalah kakak laki-laki Bu Iik) memberikan sejumlah uang ke si akang penggiling. Mas Ikin pun bertanya ke Mang Empu berapa jumlah pembayaran unntuk menggiling. Beliau menjawab, 5000 per kg. kami pun bercakap-cakap sedikit dengan si akang penggiling.

Mobil penggiling keliling berjalan mengelilingi desa kalau-kalau ada yang mau menggiling. 'Dedak' atau bubuk kulit padinya dimiliki oleh si penggling, katanya untuk pakan kuda. Dedak dari penggiling di pabrik katanya lebih halus diibandingkan dengan hasil penggiling berjalan. Entah karena apa, kami tidak menanyakannnya. Tapi mungkin karena kualitas mesin itu sendiri. Setelah itu ada seorang nenek yang tampaknya baru saja dari sawah ingin membeli kotoran penggiling tersebut untuk pakan bebek katanya. Ia membeli Rp 5.000 dan memberikan kantong ke si akang penggiling. Dan si nenek ngomel terus menerus karena yang diberikan hanya sedikit. Masih terus saja mengomel karena yang jumlah yang didapatkannya bisasanya Rp 5.000 untuk 2 kg. tapi ini mungkin hanya 1 kg saja. Sambil membereskan mesin penggiling, kedua akang penggiling mengacuhkan si nenek. Dan mungkin karena mereka tidak tahan dengan omelan si nenek, si akang mengembalikan uang Rp 5.000 dan meminta nenek untuk memberikannya Rp 3.000. Si nenek langsung mencari-cari di dompet berwarna hitam dengan risleting putih. Tampaknya tidak terlalu ada banyak uang didalamnya. Nenek hanya menemukan uang Rp 2.000 dan menukarkan uangnya pada saya. Karena saya tidak sedang membawa uang, saya minta tolong kepada Eko dan Ikin yang juga ada didekat situ untuk mengambilkan uang. Setelah uang sudah ditukar, nenek langsung memberikan Rp 3.000 ke akang penggiling dan menuju pulang. Si akang pun pergi menggunakan mobil penggilingnya. Oya, setelah si nenek pergi, Mang Empu mengatakan si nenek setelah dari sawah untuk mencari '……..' haduh, aku lupa istilahnya. Ini adalah padi yang tumbuh lagi setelah tanaman padi yang sebenarnya sudah di panen. Biasanya setelah di panen, batang padi yang ditinggalkan akan tumbuh lagi beberapa dan juga menghasilkan buah. Hasilnya tidak sebagus padi utama kata Mang Empu.

Kami menuju perpustakaan bersama Abah, ternyata kuncinya masih di SD (gedung perpustakaan sebelumnya yang menjadi sasaran kemarahan warga dan dibakar). Jadi, si Abah meminta tolong ke beberapa orang yang ada di sekitar situ (bapak-bapak) untuk mengambilkan kuncinya. Dari situ aku melihat betapa besarnya peran si Abah. Setiap orang dengan senang hati membantu, kecuali beberapa pihak yang tidak usah saya sebutkan.

Karena kunci tidak juga ditemukan, maka pintu pun dicongkel dan kami bisa masuk. Kemudian kami mulai membersihkannya sampai waktu dhuhur dan kemudian pulang untuk bersih-bersih dan sholat dhuhur. Kemudian setelah makan siang kami kembali lagi ke perpustakaan lantai dua untuk melanjutkan bersih-bersih. Dan karpet pun sudah terpasang dengan rapi dan sisanya dilanjutkan esok hari.

No comments:

Post a Comment

Thank you for the comment.

Mulai tertata (Fri, Day 17 2025)

Dari bangun, langsung bergegas mulai belajar. Padahal rencana mau bangun jam 7. Eh malem semalem baca 2 artikel sebelum tidur dan bikin susa...