Catatan ini di tulis
di pagi hari, Senin 21 April 2014, karena memang semalam cukup lelah sekali, butuh
recharge energi untuk menghadapi hari ini. Di bawah ini aku ceritakan cerita
kecil perjalanan ke Karawang, lokasi KKN (Kuliah Kerja Nyata), dimana aku akan belajar banyak hal
dari masyarakat dan akan mencoba membantu mereka.
Aku berangkat
bersama dua orang teman, Farikhin dan Afilin. Aku perempuan satu-satunya yang
berangkat hari ini, karena masih ada Eko dan Kris yang berangkat menggunakan motor.
Aku kecewa, dan sangat kecewa ke beberapa teman, tepatnya Rina, Ela dan Elia
yang tidak bisa menepati janji dan berkomitmen
untuk berangkat hari ini juga. Persoalan perasaan kecewa ku tidak perlu
aku ungkapkan disini. Tapi yang jelas semuanya itu akan aku sampaikan ketika
kami semua sudah berkumpul. Jadi tak ada lagi omongan di belakang dan supaya
semoga mereka bisa mengambil pelajaran dari pengalaman ini.
Alhamdulillah
perjalanan berjalan lancar, kami duduk di bis berkursi 3, kumpul jadi satu.
Sesampainya di Lamaran (suatu daerah yang dicirikan dengan flyover dan perempatan besar), mampir di tukang gorengan yang beberapa waktu lalu juga
mengobati rasa lapar kami. Beberapa waktu kemudian si angkot biru jurusan Pasar Rawamerta muncul dan kami menaikinya. Sambil asik makan gorengan, kami, mungkin
saya sendiri, menyimak percakapan seorang ibu dan anak gadisnya yang juga
seorang santri di salah satu pesantren di Rawamerta. Kata si Ibu, Rawamerta memang sudah terkenal
dengan pesantrennya. Aku baru tahu hal tersebut pada saat itu. Dan
setelah melalui separuh jalanan, ternyata ada sebuah bangunan pesantren baru
yang di bangun tepat di sebelah kanan badan jalan dengan di kelilingi
persawahan. Aku juga ikut mengamati. Kebanyakan atau bahkan memang semua santri
yang terlihat mondar-mandir di sana berjenggot panjang untuk laki-laki dan
bercadar untuk yang perempuan. Sambil
lalu, sampai juga di Pasar Rawamerta, tujuan akhir si angkot biru. Setelah
duduk sebentar di depan warung, kami mampir ke warteg untuk makan siang,
sekaligus berkenalan dengan si teteh warteg. Aku dan Ikin
lumayan lama menunggu si Filin yang katanya mau ke ATM, jadi kami melanjutkan perjalanan lebih dahulu ke rumah yang kami tuju untuk base camp.
Sesampainya di
rumah yang kami tuju, kami dibantu seorang bapak untuk menemui tuan rumah. Setelah itu bertemulah kami dengan seorang Ibu. Beliau memperkenalkan diri dengan nama Yanik. Padahal sebelumnya diinfokan bahwa kami
akan tinggal di rumah Ibu Iik. Si Ikin menanyakan ke Bu Yanik tentang Bu Iik, eh ternyata Ibu Iik adalah beliau. Tawa pertama pun pecah di saat itu juga. Sambil menunggu Filin, kami
menikmati puding dan air putih yang disajikan Bu Iik. Seorang nenek tua
menghampiri. Beliau adalah Ibunya Bu Iik, lebih senang dipanggil Mak Um.
Berbincang-bincang ringan tentang kami dan tentang
Karawang ini. pertanyaanku yang pertama kali muncul adalah, 'disini lagi musim
apaan Bu, Mak?'. Mereka pun memaparkan cerita pendek bahwa saat ini Karawang
sedang paceklik, yang artinya sedang tidak ada yang di panen. Beberapa hari yang
lalu warga memanen padi, sayangnya yang biasanya dalam 1 hektar bisa menghasilkan sampai dengan 5
ton, sekarang hanya bisa menghasilkan 1 ton. Itu ukuran bersih setelah di
'bawon' (membayar upah pekerja dengan gabah hasil panen). Dan paling banyak hanya bisa sampai dengan 4 ton saja. Sayang sekali.
Selain padi, tidak ada hasil bumi lainnya yang dikembangkan. Bu Iik sedikit
bercerita tentang percobaan sederhananya berkebun di halaman depan rumah yang
nanti akan aku ceritakan lebih lengkapnya.
Tak lama setelah
berbincang, si Filin akhirnya sampai juga. Beberapa menit kemudian
disusul oleh Kris dan Eko. Semua tas di letakkan di halaman belakang Bu Iik yang
menurutku cukup luas, adem dan nyaman untuk kelesotan (tiduran, terutama di siang hari). Sambil beristirahat,
ngobrol dengan Emak dan Bu Iik, Dek Nurul juga, Teh Vina pun datang. Tidak
tanggung-tanggung langsung saja di briefing dan seperti biasa 'dikerjain' dan
'dibikin gila'. *hahaha. Dan lagi, muncul sosok baru, namanya Teh Ana. Teh Ana tinggal
bersama Emak. Rumah Emak bersebelahan dengan rumah Bu Iik. Teh Ana tidak lain adalah adik bontotnya Bu Ii.
Ketika asik briefing sambil bercanda tawa, ada anak-anak mengintip dari
balik tembok. Teh Vina pun memanggil dan meminta mereka untuk memperkenalkan
diri, kami juga memperkenalkan diri ke mereka. Dilanjutkan dengan anak-anak
latihan tari Jaipong.
Semakin sore, semua teman laki-laki sholat ashar dan pergi mengendarai motor untuk berbelanja. Pada saat itupun, setelah
anak-anak latihan tari sebanyak 2 kali, Teh Vina meminta mereka untuk pulang karena sudah
sore dan meminta mereka untuk datang di keesokan harinya, hari Senin (yang tidak lain adalah hari ini).
Kebetulan anak SD libur karena para guru mengikuti rapat sekolah. Kemudian aku mandi dan sholat ashar. Sewaktu mendekati magrib, Teh Vina berangkat pulang meninggalkan rumah Bu Iik.
Setelah sholat
magrib dan makan bersama. Oya, kami masak nasi dan Bu Iik menyediakan sayur
asem loh. Alhamdulillah. Setelah selesai makan, kami bersiap menuju ke rumah
Teh Vina untuk selanjutnya bersilaturahmi ke beberapa tokoh masyarakat. Dan
ternyata Teh Vina sudah menunggu duduk manis di teras depan rumah, sambil
'berpuisi' katanya.
Kunjungan pertama
menuju ke Pak Wakades (Wakil Kepala Desa), Pak Haji Elam. Disana kami berkenalan dan menyerahkan
fotokopi KTP sebagai warga pendatang yang baik. Alhamdulillah penerimaannya
sangatllah baik dan hangat. Selanjutnya kami menuju ke rumah Pak Kades (Kepala Desa). Sayangnya beliau tidak ada ditempat dan kami diminta untuk menunggu selama 1 jam. Sambil menunggu kami ke rumah
wetan (rumah lain milik keluarga Teh Vina) , disana ada Ayah dari Teh Viina. Aku lebih senang memanggilnya Abah. Sambil
bersilaturrahmi, Abah bercerita panjang lebar tentang kondisi Desa Sukapura saat ini dan juga tentang apa yang menimpa beliau selaku mantan Ketua BPD (Badan Permusyawaratan Desa). Pastinya banyak hal yang bisa kami
pelajari dari beliau.
Tepat jam 8.30 kami kembali menuju rumah Pak Kades setelah kurang lebih 1 jam. Dan kami bertemu
dengan beliau. Singkat cerita, kesimpulan pertemuan tersebut menghasilkan
kesimpulan bahwa besok kami harus datang ke kantor kecamatan untuk menyampaikan
perihal KKN ini. Setelah itu kami langsung mohon undur diri. Sebelum menuju ke base camp,
kami mampir ke rumah Teh Vina untuk membicarakan hal yang akan kami laksanakan
keesokan harinya, yaitu kunjungan ke kantor kecamatan. Kemudian, kami pulang menuju base camp. Di sini kami berdiskusi mengenai beberapa hal yang telah disampaikan oleh Teh Vina sebelumnya. Diantaranya tentang rincian program dan jadwal piket harian.
Sebagai PIC (Person in Charge) kegiatan berkebun di pekarangan, aku mencari berbagai informasi tentang
beberapa tanaman yang tidak terlalu lama masa panennya. Dan kami pun
beristirahat.
No comments:
Post a Comment
Thank you for the comment.