Di bulan Ramadhan kemarin aku ikut Ngaji KGI (Kajian Gender Islam) yang disampaikan oleh
Ibu Nur Rofiah. Aku tertarik untuk belajar tentang gender ini di awal Ramadhan
dan minta rekomendasi Zakia, teman masa SMA yang aku perhatikan bergerak aktif
di bidang hak perempuan. Pas
sekali Ngaji KGI membuka pendaftaran untuk ngaji terbatas lewat Skype selama 4
hari berturut-turut. Ini Seri 1 katanya, ternyata ada seri 2 dan 3. Di sini aku ingin
cerita sedikit rangkuman dan refleksi ku di masing masing sesi. Karena waktu itu masa ramadhan dan aku juga hadir ngaji sambil kerja, jadi catatan ku mungkin tidak terlalu
lengkap dan mungkin ada beberapa hal yang terlewat. Ditambah lagi kebetulan koneksi internet di rumah terkadang ngadat.
Ngaji KGI
Seri 1
Di awal
sesi ini Ibu Nur memaparkan secara detil dan satu per satu hal mendasar dalam
memahami konsep keadilan gender yang nanti akan dibahas lebih lanjut. Memang
secara fisik atau biologis perempuan dan laki laki berbeda sejak dari sononya
dibuat sama Tuhan dan memang harus diakui dan diterima begitu adanya. Ternyata
perbedaan ini yang akhirnya menjadi penyebab dalam kehidupan sosial dalam bagaimana
memperlakukan keduanya. Sayangnya, perlakuan yang banyak terjadi adalah
ketidakadilan yang diberikan ke perempuan. Padahal tidak ada sangkut pautnya
antara peran dalam hubungan sosial itu dengan perbedaan fisik pada perempuan.
Beberapa isu ketidakadilan dalam sejarah pun disampaikan oleh beliau sejak zaman kerajaan
romawi, beberapa yang terjadi di Eropa, Inggris, India dan bahkan hingga saat
ini pun masih terjadi banyak perdagangan perempuan tanpa kita ketahui atau sadari.
Pada
salah satu bagian, disebutkan bahwa ketidakadilan ini terjadi karena adanya sitem patriarki
yang dianut oleh masyarakat dimana perempuan diposisikan sebagai objek bagi
garis keras atau perempuan sebagai subjek sekunder bagi garis lunak. Dan dalam
hal ini, kesetaraan yang dimaksud adalah dengan menempatkan keduanya (laki-laki dan perempuan) sebagai
sesama subjek kehidupan.
Dalam sistem patriarki, berbagai ketidakadilan
terhadap perempuan yang muncul diantaranya berupa pandangan bahwa perempuan sebagai sumber fitnah (stigmatisasi), adanya nikah paksa (marjinalisasi), perempuan sebagai objek seksual (subordinasi), kekerasan
baik di dalam maupun luar rumah, dan berbeban ganda dengan bertanggung jawab
atas urusan domestik sekaligus publik. Di sini, ada kecenderungan
menjadikan pihak yang lebih kuat dalam sebuah relasi sebagai standar bagi pihak
yang lemah. Misal mayoritas ke minoritas, dewasa ke anak-anak, orang muda ke
orang sepuh, non difabel ke difabel.
Sejauh ini sudah ada beberapa
tindakan yang berpihak ke perempuan seperti ada gerbong kereta khusus perempuan, cuti hamil dan/atau menstruasi. Terlepas dari upaya tersebut, perempuan dan masyarakat perlu sama-sama siap untuk mewujudkan keadilan yang hakiki dalam pengalaman kehidupan sosial.
Ngaji KGI Seri - Relasi Gender dalam Bahasa Arab
Sangat menarik. Ibu Nur memulai pembahasan ini dengan menunjukkan Surah Al-Ikhlas dalam versi Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia dan Bahasa Arab. Dalam Bahasa Inggris hanya terlihat penggunaan He untuk merepresentasikan Allah didalam surat ini. Kata ganti He dalam Bahasa Inggris digunakan untuk menunjukkan laki-laki, meskipun tidak bisa pula kita katakan bahwa Allah itu laki-laki. Kemudian dalam Bahasa Indonesia, terjemahan yang ada tidak ada indikasi yang menunjukkan ke perbedaan gender laki-laki ataupun perempuan, yaitu Dia. Menariknya, dalam bahasa arab sendiri, terdapat 12 kata didalamnya yang bisa diidentifikasi untuk menunjukkan gender perempuan ataupun laki-laki.
(Penjabaran di atas adalah rangkuman dari Sesi 1 dan sedikit dari Seri 2 saja. Sepertinya aku tidak membuat catatan di seri-seri berikutnya. Sayang sekali)
Bahasa Indonesia ramah gender
Setelah mengikuti serangkain seri Ngaji KGI ini, aku merasa beruntung karena udah terlahir di negara Indonesia terutama karena dari segi bahasanya pun gak membedakan antara laki-laki dan perempuan secara ekstrim. Karena iya juga sih, ketika bahasa yang digunakan aja udah mengandung pembedaan-pembedaan terhadap kelompok tertentu, ketidakadilan pasti akan rentan banget terjadi. Contoh, Bahasa Jawa Kromo Inggil itu versi Bahasa Jawa yang dipakai untuk berkomunikasi dengan orang yang lebih tua atau orang yang punya status lebih tinggi dari segi jabatan. Nah, ini nih salah satu hal yang masih melekat kuat di aku dan orang-orang Indonesia, yaitu memberikan penghormatan yang setinggi-tingginya kepada kelompok tua ini dan mungkin banget penyalahgunaan kekuatan dan kekuasaan oleh mereka terjadi. Alhasil, kelompok yang lebih muda dan/atau yang punya posisi jabatan lebih rendah kemungkinan mendapatkan ketidakadilan.
Keluargaku adil
Selain itu, aku juga merasa beruntung karena sudah terlahir di keluargaku. Bapak dan Mamak selalu memberikan dukungan penuh ke enam anaknya (dua laki-laki dan empat perempuan) untuk terus melanjutkan pendidikan setinggi-tingginya, terutama dukungan buatku. Ada penilaian masyarakat terhadap perempuan yang tidak serta merta ditelan begitu saja oleh Bapak dan Mamak. Contoh yang pertama, masyarakat pada umumnya memandang bahwa perempuan tidak perlu berpendidikan tinggi karena pada akhirnya mereka akan jadi ibu rumah tangga. Tapi, Bapak dan Mamak yakin bahwa derajat seseorang akan diangkat oleh Tuhan ketika dia beriman dan berilmu, entah itu laki-laki ataupun perempuan. Jadi, Bapak dan Mamak tidak pernah sungkan untuk memberikan izin ke aku untuk kuliah S1 dan S2, bahkan nanti S3. Semua itu untuk kehidupan yang lebih baik di masa depan. Contoh yang kedua, aku sekarang sudah berusia 28 tahun dan belum menikan, bahkan adik perempuanku (26 tahun) sudah menikah dua tahun lalu. Bapak dan Mamak tidak pernah sama sekali bertanya soal kapan aku akan menikah, karena mereka paham dengan baik bahwa pernikahan bukanlah persoalan usia, tapi lebih pada kesiapan dan kemantapan diri. Tapi, hampir semua tetangga selalu menanyakan hal yang sama, "Kapan nikah?". Secara tidak langsung hal ini menunjukkan suatu persetujuan tak tertulis yang ada di masyarakat, yaitu perempuan harus sudah menikah di usia-usia tertentu.
-----
Setiap kali aku mengikuti pertemuan Ngaji KGI, ada banyak sekali pelajaran dari refleksi diri dan observasi yang aku lakukan pada waktu itu. Sayangnya, aku tidak sempat menuliskannya secara langsung. Jadi, sekarang sudah banyak yang terlupa. Itulah mudahnya hilang ingatan, makanya perlu dituliskan secepat mungkin ketika muncul. Dasar manusia!
No comments:
Post a Comment
Thank you for the comment.