Showing posts with label Cinta. Show all posts
Showing posts with label Cinta. Show all posts

Friday, March 5, 2021

I am proud to be a woman! #Day5

Selamat Hari Perempuan Internasional untuk kamu para perempuan hebat! 💓

Hari ini ada sebuah acara virtual yang disiarkan secara langsung di kantor untuk merayakan International Women's Day 2021 (IWD '21). Acara ini menampilkan tiga pembicara perempuan dan satu pembicara laki-laki yang memaparkan bagaimana peran mereka sebagai perempuan yang berperan sebagai ibu rumah tangga (IRT) dan pada saat yang bersamaan terus mengembangkan karir pekerjaan mereka masing-masing. Untuk si pembicara laki-laki, dia memaparkan perannya sebagai seorang suami yang masih terus menjalankan karir pekerjaannya dan pada saat yang bersamaan mendukung istrinya untuk terus berkarir ketika ada anggota baru dikeluarganya, seorang bayi. Memerankan beberapa peran pada saat bersamaan pasti tidaklah mudah, apalagi sejak pandemi ini muncul. Kita semua harus tinggal di rumah untuk bekerja dan hidup sehari-hari. Work and life balance merupakan tantangan tersendiri di masa ini. 

Ada banyak hal yang dipaparkan oleh para pembicara, tapi yang menarik perhatianku adalah betapa luar biasanya perempuan ketika mereka bisa terus memaksimalkan kemampuannya. Apalah arti perbedaan jenis kelamin laki-laki ataupun perempuan kalau memang keduanya bisa sama-sama terus belajar untuk mengembangkan diri dan terus menebarkan manfaat, baik untuk dirinya sendiri maupun ke orang-orang sekitar.

Untuk itu, di hari perempuan kali ini aku akan menuliskan surat cinta untuk diriku sendiri, salah  satu perempuan yang terlahir di dunia ini. 

Hai Fitri,

Aku yakin kamu selalu sehat, karena kamu selalu berusaha untuk menjaga kesehatanmu, dari makananmu, waktu istirahatmu dan waktu tidurmu, dan juga olah ragamu. Pasti kamu selalu sehat. 

Selamat ya, kamu sudah melalui perjalanan hidupmu sejauh ini sejak kamu dilahirkan 21 April 1992. Waktu yang lama ya. Hampir 30 tahun.

Aku tahu tahu pastinya ada tahun-tahun dimana bahkan kamu tidak tahu ataupun sadar dengan apa yang kamu lakukan. Tapi, kamu beruntung karena kamu ada di keluarga dan lingkungan yang selalu mengarahkanmu ke hal-hal yang baik sampai kamu dewasa. Dan, setelah kamu dewasa hingga saat ini kamu sudah bisa memutuskan hal-hal yang baik dan yang terbaik untuk dirimu sendiri dan juga untuk orang lain. 

Kamu sudah bkerja keras sejauh ini. Aku ingin mengucapkan selamat atas semua prestasi dan pencapaian yang sudah kamu raih. Oya, kamu boleh sekali-kali melirik kesuksesan, prestasi, ataupun pencapaian teman-temanmu, tapi ingat, ini adalah hidupmu. Jangan sibukkan hidupmu dengan mengurusi kehidupan orang lain. jangan sibukkan hidupmu dengan membandingkan hidupmu dengan orang lain. Sibuklah untuk terus melangkah mempelajari hal-hal baru yang kamu belum tahu. mungkin sesekali kamu akan menemukan kegagalan yang buat kamu kecewa dan sedih. tidak apa-apa. berhenti dulu sejenak. tenangkan diri kamu. setelah itu, ambil hal-hal yang bisa kamu pelajari dan kemudian lupakan hal-hal kecil yang lain. simpan pelajaran yang kamu dapat, bangkit dan melangkah lagi. kita mulai dengan hari yang baru. 

Fitri, kamu adalah perempuan hebat. 

Sebagai anak perempuan, kamu sudah menunjukkan rasa cinta, kasih, dan sayangmu sebaik dan sebanyak mungkin ke Bapak dan Mamak. Meskipun Bapak sudah tidak ada, kamu pun masih terus mengirimkan do'a untuk dia. Bahkan, sebelum dia meninggal pun kamu sudah mengekspresikan semua rasa itu ke Bapak. Dan, yang seperti yang selalu kamu tahu, Bapak sangat mencintaimu. Begitupun dengan Mamak. Kata-kata manis yang selalu kamu ucapkan ke Mamak membuat dia merasa dicintai dan disayangi oleh anaknya meskipun kamu jauh. Teruslah begitu. Aku yakin Mamak pun sangat sayang kepadamu.

Sebagai adik perempuan, kamu sudah berusaha untuk menjalin hubungan yang baik dengan semua kakak-kakakmu beserta keluarganya. Kamu terus berkomunikasi dengan mereka dari waktu ke waktu, meskipun tidak sesering kamu menghubungi Mamakmu. Apa yang kamu lakukan membuat mereka merasa bahwa mereka masih seorang kakak yang mempunyai kamu sebagai adiknya. Rasa pedulimu kepada keponakan-keponakanmu pun sangatlah besar, meskipun aku tahu cukup sulit bagimu untuk bisa memberikan kepeduliaan dan perhatian yang sama kepada semuanya. Setidaknya kamu sudah mencoba dengan daya dan upaya terbaikmu.

Sebagai seorang kakak perempuan, kamu sudah melakukan yang terbaik untuk menjadi contoh yang baik untuk adik-adikmu. Meskipun satu adik perempuanmu sudah terlebih dahulu menikah dan memulai kehidupan rumah tangga, kamu sudah berbesar hati menerimanya. Ya meskipun pada awalnya tidak mudah bagimu, kamu sudah berusaha keras dan berhasil melawan egomu sendiri untuk suatu hal yang lebih besar dan lebih baik untuk adikmu. Good job, Fitri. Kamu pun sudah menjadi contoh panutan untuk adikmu yang paling kecil. Sekarang dia pun sudah mulai mengajar di sekolah. Kamu masih ingat kan suatu ketika dia bertanya padamu tentang bagaimana cara mengajar yang baik dan menarik di pertemuan pertama. Aku tidak menyangka dia sudah tumbuh sebesar ini. Banyak kejuaraan yang dia raih dan banyak kontribusi yang dia berikan ke sekolah dan kampusnya. Kamu sudah memberikan contoh dan menjadi role model yang nyata bagi dia bahwa perempuan bisa menjadi sosok yang hebat dan kuat. Kamu pun sudah sangat banyak membantu mendukung adikmu dengan memenuhi beberapa kebutuhan yang dia perlukan. Dia sangat berterimakasih padamu dan menyayangimu, Fitri. Meskipun dia tidak mengutarakan rasa cinta, kasih dan sayangnya lewat kata-kata, tapi kamu pasti bisa merasakannya, kan? 

Ini saja sudah cukup, aku tidak perlu memaparkan semua peran yang sudah kamu lakukan. Ini saja sudah cukup. Kamu sudah menebarkan cinta dan manfaat ke orang-orang di sekitarmu, terutama di keluargamu. Kamu perempuan cerdas, tangguh, dan penuh cinta kasih. Selamat merayakan harimu.

Dari dirimu sendiri,

Fitri


Monday, January 1, 2018

Coco and What I believe as a Muslim

I watched Coco a few weeks ago. It was an amazing movie. At first, I thought it was for kids, but no way, it is good for adults too. A lot of lessons I can learn and reflect to myself. Especially it has so many relations to my belief as a Muslim. Well, before I am sharing to how it is related to my belief, I captured some interesting points.

Most kids think that they know the best for them. In fact, sometimes family, especially their parent, knows better.

Family is where people who always love us in any conditions.

No one is perfect without any mistakes in life, either intentionally or unintentionally. And sometimes there might be a person or even people got hurt by what we did. Thus, to ask forgiveness as soon as there is a chance would be a righteous decision. 

To make dreams come true, every one does need to sacrifice in many ways. But remember, never ever leave or forget family. 

One's feeling to another's feeling is highly possible to be connected. It is just like how Coco and her dad, Hector, always miss each other. The stronger Coco's feeling to her dad, the more Hector feels urged to go home and see her.

A hardly broken hearted experience has two choices to the person, to raise up and be stronger or to frustrate and be weaker. And Mama Imelda chose to take the first choice.

Believe it or not, everybody's disgrace in life will be revealed either before or after death.
 Especially that is related to other's virtue. And it just takes some time to happen. That's why don't worry if there was the time you were betrayed by someone for his or her popularity or wellness. 

And what I believe as a Muslim is that:

When someone passes away, s/he might be not in this world anymore, but still alive in another dimension of life. 

Once, soon after my grand father from my mother died, my mother asked my dad if my grand father would see my grand father who had already passed away long time before. And he said yes. 


In Islam, we send prayers for those people who have already passed away, especially family member. The prayer that we send is usually followed by Surah Al-Fatihah. Hopefully those prayers sent to them would make them in peace. Just like in Coco, Miguel's family and the people put their dead family members at home to show their love.

In one Hadits (if I'm not mistaken), it is mentioned that the soul of dead people visit their family regularly, especially at Thursday night. They are going to be sad and cry if their living beloved people don't remember them or pray for them. It's just like The Day of the Death in Coco. 


Anyway, at first, I though Coco would be the name of a boy in the movie. But I was wrong, Coco is the boy's great grand mother. The end of the movie was so touching that I cried a lot. It was when Miguel played the guitar and sang Remember Me song to make Coco remember her dad.

It might be late, but not too late, to recommend that you all see this movie. I'm sure you won't regret.



Sunday, October 29, 2017

Si Abu-abu (The Grey)

Once more into the fray...
Into the last good fight I'll ever know.
Live and die on this day...
Live and die on this day...

Rangkaian kata diatas beberapa kali terulang selama film The Grey. The Grey ini film yang tayang 2011 lalu, tapi aku baru bisa berkesempatan nonton kira-kira dua minggu yang lalu. Setelah menikmati ketegangan-ketegangan di film ini, aku berniat untuk menuliskan sesuatu setelahnya. Sayangnya, saat itu baru judul saja yang bisa kutuliskan di blog ini dan kutipan puisi diatas yang aku catat di HP. Karena tulisan ini merupakan sebuah refleksi, jadi aku langsung menuliskan refleksi pribadiku saja tanpa mencantumkan ringkasan ceritanya. Lagipula, lebih baik nonton langsung daripada baca ringkasanku yang jauh dari cukup untuk menggambarkan ceritanya.

Bertahan atau bergerak
Ketika seseorang dihadapkan dengan sebuah situasi, terutama situasi buruk, ada dua pilihan disana. Bertahan atau bergerak. Manakah yang lebih baik? Manakah yang akan membuat situasi lebih baik? Tidak ada tahu. Tidak ada seorang pun yang tahu. Keduanya berpotensi untuk mendatangkan akibat lebih buruk atau lebih baik. Tetapi Ottway memilih untuk bergerak melakukan sesuatu dengan mengamati dan menganalisa keadaan sekitar. Pastinya dengan harapan bahwa keputusan yang diambil akan bisa menyelamatkan dia dan teman-temannya untuk tetap bertahan hidup dan dapat kembali ke rumah masing-masing. Keputusan demi keputusan diambil dengan mengantisipasi keadaan terburuk yang mungkin akan terjadi jika bertahan dan memanfaatkan segala peralatan dan sumber daya yang ada. Dan pada saat yang sama, mereka menumbuhkan harapan dan berusaha meyakini bahwa apa yang mereka lakukan akan berbuah keadaan yang lebih baik. Sayangnya keadaan berkata lain, satu persatu kawan-kawannya tetap saja terenggut nyawanya. Yang mengecewakan lagi adalah, Ottway bukan melangkah menjauhi sarang serigala seperti yang diharapkan tetapi malah justru menuju tepat ke lokasi sarang tersebut. Apalah daya, nyawanya pun terancam (meskipun di akhir film tidak terlihat jelas apakah dia akan selamat atau tidak menghadapi ketua kelompok serigala yang ganas).

Akupun kemudian terpikir,
Andai saja mereka tetap di lokasi awal (ketika kecelakaan pesawat terjadi)?
Andai saja mereka melangkah menuju arah sebaliknya?
Apakah semuanya akan lebih baik?
Apakah mereka semua bias selamat?
Belum tentu. Bisa jadi hasilnya pun akan sama. Disinilah yang aku lihat secara pribadi bahwa hidup ini bukan persoalan hasil akhirnya, tetapi bagaimana perjalanan menuju proses itulah yang jauh lebih bermakna dan berharga. Jikalau toh Ottway dan teman-temannya ditakdirkan untuk selamat, maka cerita menghadapi berbagai tantangan demi tantangan ataupun upaya bertahannya pasti akan  menjadi sebuah kisah yang menakjubkan bagi para pendengarnya. Tetapi lagi-lagi, tidak ada yang bisa tahu apakah perjalanan perjuangan mereka akan sampai pada tahap itu. Selain itu, sekeras apapun mereka untuk bertahan hidup atau sebesar apapun keputusasaan mereka dalam menghadapi kematian tidak akan ada yang tahu jikalau memang pada akhirnya mereka semua mati.

Ya begitulah hidup, pilihan. Selama masih hidup, selama itu juga kita memilih. Untuk bertahan atau bergerak. Untuk berjuang atau berputusasa. Meskipun hal ini tidaklah mudah bagi semua orang. Tetapi, menorehkankisah untuk diri sendiri akan jadi penghibur diri ketika entah berhasil mencapai yang diinginkan ataupun mungkin gagal. Semua proses yang telah dilalui akan menjadi serangkaian peristiwa indah untuk dikenang. Karena pada dasarnya, begitulah kehidupan, tidak ada yang pernah tahu apa yang akan terjadi dimasa mendatang. Oleh karena itu, aku belajar untuk tidak menganggap bahwa hidup terlalu serius dan merasa bahwa kehidupan saat ini, di hari ini adalah segalanya. Masih ada hari esok. Apa yang dibenci sekarang bisa jadi dicintai nantinya. Apa yang dipuja sekarang bisa jadi dicaci-maki kemudian. Jadi santae wae lah.

Selalu ada dia (cinta)
Selama perjalanan, Ottway selalu teringat dan terbayang-bayang istrinya. Dari film itu aku kurang paham apakah istrinya masih hidup dan menantinya di rumah, atau sudah mati sebelumnya. Hal yang selalu tercucap dari istrinya adalah "Don't be afraid". setiap kali Ottway berusaha mencari jalan keluar dari berbagai kesuiltan yang ada, bayangan yang muncul  adalah istrinya. Buatku, bagian film ini cukup menarik ketika para laki-laki yang terjebak bergantian bercerita tentang keluarganya dan orang-orang yang dicintainya. Masing-masing punya sebuah cinta penggugah semangat dan kekuatan untuk bertahan hidup. Menjadi alasan buat mereka untuk tetap hidup. Menyedihkan ketika salah satu penumpang menghadapi sakaratul maut dengan penuh kesakitan dan pendarahan. Semua orang disana meminta Ottway untuk melakukan sesuatu, tetapi Ottway tahu bahwa dia sudah tidak bisa tertolong lagi. Ottway pun berusaha untuk menenangkan temannya dan memberitahunya bahwa waktunya sudah dekat. Dia pun mengatakan kepada temannya untuk menyapa kematiannya dengan menganggapnya sebagai orang yang paling dicintainya yang datang memberikan pelukan. Maka sambutlah pelukan hangat itu. Rasa cinta ini biasanya merujuk kepada kekasih. Tetapi bisa juga yang lainnya seperti orang-tua, anak, ataupun saudara. bagi siapapun yang tidak punya siapapun untuk dicintai, jangan lupa, masih ada Allah, meskipun aku sendiri pun masih sangat sulit untuk yang satu ini. Aku setuju sekali dengan bagaimana Ottway mengibaratkan kematian. Aku merefleksikan bagian ini dengan bagaimana seorang Muslim seharusnya menghadapi sebuah kematian. Kematian pun akan lebih mudah dan menenangkan ketika Allah lah yang menjadi satu-satunya cinta dan kerinduan. Jadilah kematian itu sebuah sambutan yang akan mengantarkan seseorang kepada cinta yang sebenarnya, Allah.

Kedua pelajaran diatas tidak hanya ada di The Grey, tetapi juga di berbagai film lainnya. Apalah arti menonton film kalau tidak ada pelajaran yang bisa diambil. Dan inilah The Grey, si abu-abu.



Tuesday, September 12, 2017

If I'm a parent, I will.....

Last Sunday I had a session with my two private students, they are a big bother (Grade 5) and a little sister (Grade 2). It was the second session and I found some interesting things here.
  • The girl had Rp 100.000 on her hand (one piece of money) rolled into a small roll. She told me that she got that money from her friend at school. Once I asked her why her friend gave the money to her, she said she didn't know. Her friend just gave it. Quietly she told me that none of her mom, dad or nanny knew about it. Only her big brother knew it. She kept holding the money while sometimes she put it in the pocket of a doll. I asked her "What are you gonna do with it?" "Just to have it" she said.
  • While we were studying, the big brother was standing on his knees while putting his arms on a folding table. Suddenly the table fell down and one of the tables' leg was broken. He looked panicking right after that happened then he said "Okay, let's pretend that there is nothing happens." He tried to fold the table and put that away from us. He was trying to keep it as a secret.
  • It was quite surprising for me when the kids, especially the big brother, talked about sexual stuff. I didn't really pay attention to what both were talking about but I got the part when the brother was telling about "Milk comes out of the body" and the sister tried to explain to me that her big brother was talking about the milk coming out of breast. Shockingly the boy tried making clear about what he had said before that it was not the one coming out of the breast but he referred his hands to his private part. I grab his attention to the lesson as soon as he was saying that.
From what happened above, I started thinking about myself what kind of parent I would be. I'm sure that those kids were behaving that way as how their parents had been educating and building the relationship with them. So, these are what I'm going to do if I'm a parent one day:
  • Asking my kids about how their school life including friends, teachers,  subjects and anything since I am not there and I can't always keep my eyes on them every time. Not just asking then ends, but following with expressive responds and digging more particular things that I might find interesting or important. Well, I am sure there would be many things to be discussed and to let my kids learn from their experience to be a better person. 
  • Not showing anger as the first respond once my kid is making a mistake or doing something not the way it is. Being angry as the first respond would likely cause my kids to be afraid of telling me anytime they are making mistakes. They don't want me to get angry, so better they keep it for themselves. And I don't want that happens. Also, it is possible for my kids to hide anything that they might consider to be something wrong and also they would be reluctant to try something new because they are afraid of failure afterwards.
  • Paying more attention to the use of internet by my kids. While playing with any gadget supported by an internet connection, the kids might access anything inappropriate for their age there with or without intention. Of course it's not going to be easy but I'll try y best to always have a talk with my kids about what to see and not to see and why. Blocking some websites and contents may also be helpful in this case.
Well, being a parent is a long-life learning journey. If I can start by now, why not?

Thursday, August 10, 2017

Gara-gara Guru

Tok tok tok
“Assalamualaikum” Bapak suryo mengucap salam sambai berdiri tepat di sebelah pintu utama yang masih tertutup. Tapi, di depan rumah ada banyak anak anak yang sedang bermain sepeda dan diawasi oleh beberapa ibu-ibu. 

“Waalaikumsalam” Terdengar balasan salam dari dalam rumah. Suara seorang perempuan dibarengi langkah mendekati pintu.

“Oalah, Pak Suryo, mari silahkan masuk Pak, Bu”, Ibu Karni membuka pintu sambil mempersilahkan masuk dengan menggunakan jempol tangan kanannya menunjuk ke tempat duduk plastik sederhana di ruang tamu. Kursi plastik empat buah melingkari meja segiempat berwarna ungu itu biasa menerima tamu-tamu. Meja plastiknya pun diperindah dengan telapak meja berwarna merah muda berihiaskan sebuah bunga besar di bagian tengahnya, hasil sulaman Ibu Karni sendiri di sela-sela waktu luangnya.

Pak Suryo tidak datang sendiri. Dia datang dengan Ibu Ida. Mereka berdua  menuju tempat duduk. Ibu Karni pun kemudian menyusul duduk. Karena terlebih dulu masuk, Pak Suryo duduk di bagian kiri meja dengan mmbelakangi jendela kaca yang tertutup gorden. Karena tidak ingin terkesan menyusahkan, Bu Ida memilih untuk duduk tepat di kursi membelakangi jendela kaca depan, dekat dengan pintu.

"Mungkin Ibu sudah mengetahui maksud kedatangan kami. Kami sangat menyayangkan karena Fandi belum juga kembali ke sekolah. Apakah Ibu sudah berbicara dengan Fandi?"

"Sudah, Pak. Saya sudah ngomong sama fandi buat berangkat sekolah lagi. Saya bilang aja, gak enak sampe guru kelasnya datang kerumah. Dia sih cuma diem aja pak. Kemaren itu si Fandi sempet berangkat. Tapi saya juga gak tau kenapa kok gak mau masuk lagi."

Pak Suryo dan Bu Ida menyimak cerita Bu Katni. Ketiganya pun diam sejenak. Pak Suryo menoleh ke arah Bu Ida dan saling pandang sejenak. Seketika Bu Ida berujar.

"Kalau boleh tahu Ibu, apa Fandi tidak cerita alasan kenapa dia tidak mau kembali lagi ke sekolah? Karena kami sangat berharap Fandi bisa kembali lagi ke sekolah".

"Saya juga pengennya begitu, Bu. Fandi gak cerita apa-apa, Bu. Cuma diem aja. Saya juga bingung."

Pak Suryo menunduk berusaha menguraikan rangkain peristiwa yang terjadi dan informasi yang sudah didapat. Dia bingung bagaimana harus menyelesaikan permasalahan ini. Napas yang dalam pun diambil dan dihembuskan perlahan.

"Baiklah, Bu. Mungkin memang ini sudah menjadi pilihan Fandi. Kami sudah berupaya sesuai kemampuan kami. Tapi bagaimanapun juga, kami masih mengharapkan Fandi kembali ke sekolah. Insya Allah, pintu sekolah selalu terbuka."
Pak Suryo dan Bu Ida mohon undur diri dan meninggalkan rumah yang setengah jadi  itu dengan lantainya yang masih kasar dan bertembokkan batu bata merah.
------------
Waktu sudah menunjukkan jam 10 malamm dan Fandi belum juga pulang. Masih ada beberapa lembar triplek yang perlu di pasang di langit-langit bangunan. Hari ini Fandi akan kerja lembur. Pekerjaanya memang tidak terlalu berat jika dibandingkan pekerja proyek lainnya dengan gaji yang tidak jauh berbeda.

Fandi menghabiskan kurang lebih satu jam mengendari sepeda motor tuanya itu yang sudah dianggap seperti kekasihnya karena selalu menemani kemanapun dia pergi. Sambil beristirahat di atas kasur, Fandi ngobrol dengan seorang wanita yang baru saja dikenalnya lewat aplikasi chatting online. Obrolannya sangatlah ringan seperti tinggal dimana, berkegiatan apa, tinggal dengan siapa. Pertanyaan-pertanyaan umum untuk anak muda yang sedang pdkt (pendekatan) mencari mangsa calon pacar. Meskipun baru saja saling mengenal, mereka berdua asik bercerita, saling tanya dan jawab. Terkadang diam, bercanda, tertawa, meledek. Obrolan berlanjut sampai malam semakin larut dan keduanya pun mulai mengantuk akut. Suara si gadis  sewaktu-waktu hilang  di telepon karena tertidur.
------------
"Nis, nanti aku minta izin buat pulang duluan yah. Soalnya aku gak enak badan nih. Badanku berasa meriang". Fandi melapor ke teman sebangkunya untuk pulang lebih awal. Sayangnya ibu guru tidak mengizinkan.

"Kenapa Fandi? Sakit? Makanya jangan keseringan mancing di empang." HAHAHHAHAHA. Gelagak tawa sontak dating dari semua anak di kelas.

"Noh dengerin. Makanya jangan keseringan main di empang." Celetuk salah satu anak.

"Lagian, sering-sering mancing, pernah dapet aja kagak." Sahut anak lainnya.

HAHAHHAHAHA. Sorak tawa pun berulang lagi.

"Gak papa, Nis. Aku masih kuat kok nahan sampe nanti pulang sekolah". Fandi berbisik ke teman sebangkunya yang dimintai tolong untuk meminta izin ke Ibu Guru.
--------------
Semakin Fandi mengenal si gadis, semakin dia merasa minder karena gadis yang saat ini sedang dekat dengannya itu jauh lebih berpendidikan tinggi dibandingkan dirinya yang bahkan tingkat SMP (Sekolah Menengah Pertama) pun tidak tuntas. Fandi menyesalkan apa yang terjadi padanya. Tetapi apalah daya, manusia terlalu lemah bahkan tak berdaya dengan apa yang sudah  berlalu. Inilah yang Fandi saat ini.
-------------
"Iya. Waktu itu Ibu Retno bikin aku malu udah di kelas. Makanya aku gak mau sekolah". Fandi mengiyakan apa yang Ibu nya katakana dan memberikan jawaban singkat setelah sebelumnya ada seorang tamu datang ke rumah.

Ibu Retno yang tinggal tidak jauh dari rumah Fandi tiba-tiba datang berkunjung. Setelah dipersilahkan masuk dan duduk di salah satu kursi ruang tamu, belum sama sekali ada kata terucap tetapi hanya kepala yang menunduk dan tangan yang beradu saling meremas satu sama lain. Pemandangan ini membuat Ibu Katni tak tahu bagaimana harus memulai pembicaraan karena khawatir tidak sopan mendahului.

Seketika suara tangis pecah dari Ibu Retno sambil berkata "Saya mohon maaf Bu".
"Lha mohon maaf buat apa tho, Bu?"
"Semua ini gara-gara saya."
"Apanya yang gara-gara Ibu?"
"Fandi tidak mau sekolah itu karena saya."
"Duh, saya kok jadi bingung. Saya gak ngerti maksud Bu Retno ini."

Ketika Fandi sakit dan meminta izin untuk pulang, Ibu Retno bukannya memberikan perhatian dan mengizinkan Fandi pulang tetapi malah meledeknya. Ibu Retno meledek hobi memancing di empang jadi penyebab Fandi sakit. Beberapa hari sebelumnya tidak sengaja Ibu Retnoo melewati empang di dekat perumahanya dan melihat Fandi ada disana. Ledekan Ibu Retno pun langsung jadi bahan tertawaan semua anak-anak di kelas.

Fandi merasa malu. Fandi merasa marah. "Kenapa hobiku dibawa-bawa ke sekolah?" Fandi tidak suka dengan sikap Ibu Retno. Sudah lama Fandi menyembunyikan hobinya memancing dari teman-temannya di sekolah kerena tidak mau jadi bahan tertawaan. Fandi membenci Bu Retno, dan tidak ingin melihatnya lagi dengan meninggalkan sekolah. Tetapi, bergulirnya waktu telah menggerus dan meleburkan rasa kesal dan benci kepada Ibu Retno yang hampir setiap hari dia lihat di sekitar rumah.


-----------
Si gadis pun mulai sedikit demi sedikit menjauhi Fandi dengan mengurangi komunikasi lewat pesan ataupun telepon, setelah dia tahu bahwa Fandi memiliki kekurangan perbekalan pendidikan untuk menghadapi masa depan. Inilah pilihan si gadis.

Lalu bagaimana dengan Fandi? Saat ini, Fandi masih harus terus melanjutkan perjalanan kehidupannya dengan pendidikan setinggi tangga bangku SMP. Hidupnya kini adalah hasil keputusannya yang lalu, termasuk menjauhnya si gadis yang didambakan. Semoga Fandi masih menyimpan harapan di masa depan dengan keputusan-keputusannya di kehidupan saat ini.



Monday, May 8, 2017

Catatan 01/01/2015

Ya Allah ya Tuhanku...

Sedungguhnya tak ada sesuatu apapun yang terjadi tanpa seizing-Mu. Aku berusaha menghindarinya, tapi dengan mudahnya Kau pertemukan kami. Apakah maksud-Mu dengan semua ini ya Allah...?

Ini adalah pertama kalinya Kau menempatkan aku pada keadaan yang istimewa sebagai seorang wanita. Segala puji bagi-Mu ya Allah yang telah memberiku kesempatan untuk menikmati perasaan yang campur aduk waktu itu.

Ya Allah...
Mungkin memang aku merasakan hal ini berharga, tapi mungkin juga bagi dia hal ini adalah hal yang biasa. Aku tidak boleh berbunga-bunga karena peristiwa ini.
Sesungguhnya aku takut jatuh cinta padanya.
Kenapa aku takut?
Engkau pasti lebih mengetahui dan memahamiku.

Hmmm..
Ketika aku jatuh cinta, maka aku akan mengharapkannya.
Ketika aku mengharapkannya, maka aku akan tersakiti jika tidak bersamanya.
Padahal, apapun yang terjadi hanyalah atas izin-Mu.

Untuk itu ya Allah Sang Penggenggam seluruh jiwa, aku mohon bantuan-Mu untuk senantiasa menyerahkan segalanya pada-Mu, sehingga jadilah aku penikmat seluruh ketentuan-Mu.
Apakah aku ragu dan takut kalau-kalau apa yang Kau berikan akan menyusahkanku?
Sama sekali tidak ya Allah.
Bukankah Kau sendiri yang berjanji akan memberikan yang terbaik bagi semua hamba-Mu, apalagi bagi mereka yang senantiasa terus berusaha melakukan ketaatan pada-Mu?
Dan bukankah Kau tak pernah ingkar janji ya Allah?

Oleh karena itu, aku mohon tuntunlah aku dan berikanlah aku petunjuk ya Tuhanku. Aammiin.

*Catatan ini dibuat beberapa waktu setelah melakukan perjalanan ke Kota Cirebon. Semua rangkaian latar belakang peristiwa yang tersirat pun terjadi di Cirebon. Biarlah Kota Cirebon jadi saksi.

Tuesday, August 30, 2016

Cuplikan Kisah Kitab Epos Ramayana

Kemarin aku coba berkunjung ke Perpustakaan Daerah Jakarta Selatan, tepatnya di belakang gedung Sekolah Labschool. Semula aku ingin membaca beberapa buku pendidikan. Setelah membaca satu buku tentang Behavior Recovery, aku tertarik membaca kisah Ramayana. Secara acak aku buka lembaran buku ini dan terhentilah aku di bagian ketika Rama akan meninggalkan Ayodya untuk memenuhi Sumpah ayahnya, Raja Dasarata. Aku sama sekali tidak paham dengan latar belakang kisah ini sebelumnya. Akan tetapi kisah tersebut bisa membuatku meneteskan air mata di tengah-tengah ruang perpustakaan. Mungkin karena aku terlalu larut dalam cerita tersebut.
Dalam tulisan ini aku ingin merefleksikan gejolak perasaan yang aku alami ketika menjajaki kata per kata dan kalimat demi kalimat kisah tersebut.
Rama
Betapa berbesar hatinya Rama yang harus pergi ke hutan dan menghabiskan usianya selama 14 tahun disana. Padahal dia sama sekali tidak memiliki campur tangan apapun dengan apa yang dilakukan ayahnya, Raja Dasarata. Dia sama sekali tidak peduli apa yang nanti akan dihadapinya selama hidup di hutan. Padahal dia adalah calon Raja selanjutnya. Rama sangat patuh kepada kedua orangtuanya. Rama benar-benar menjunjung tinggi kedua orangtuanya. Tutur katanya yang penuh cinta kasih dan kelembutan menhiasi kepergiannya meskipun itu malah menambah kesedihan kedua orang tuanya. Kepatuhan Rama kepada kedua orangtunya menyentuh hatiku. Aku sama sekali tidak memiliki bukti apapun yang menunjukkan akan baktiku kepada Bapak dan Ibu. Rama mengingatkanku untuk menempatkan orangtua di singgasana yang sangat tinggi.
Selain sebagai seorang anak, Rama ialah suami Sinta. Dia mengalami dilema perasaan yang sangat. Pada satu sisi dia ingin memenuhi sumpah yang telah dilontarkan oleh ayahnya, akan tetapi berat rasanya untuk meninggalkan istrinya tercinta. Hatinya gelisah dan bergejolak.Sampai akhirnya dia mengungkapkan niat kepergiannya kepada Sinta. Sinta pun memutuskan untuk ikut bersama Rama ke hutan.
Raja Dasarata dan Ratu Kaylela (Ayah dan Ibu Rama)
Keduanya sangat mencintai Rama. Bahkan Raja Dasarata menyesali karena telah melibatkan Rama kedalam sumpahnya. Sama sekali tak terbayangkan olehnya bagaimana Rama dapat menjalani kehidupan di dalam hutan selama empat belas tahun. Mereka merasakan duka yang sangat dalam ketika harus menyaksikan putranya semakin jauh meninggalkan Kerajaan Ayodya.

*Baru saja menemukan ini di draft dan sepertinya apa yang ada dipikiranku pada saat itu sudah tidak ada lagi sekarang, jadi saying sekali tidak bias aku teruskan

Monday, December 1, 2014

Catatan untuk Dia

Sayang...
Sedang apa kamu disana? Aku kangen.
Gimana perjalanan kehidupanmu selama ini?
Semua baik-baik saja kan?

Sayang...
Do'akan aku supaya aku kuat untuk menjaga diriku sampai kita dipertemukan. Dan sampai pada waktunya nanti kamu baca semua coretanku.

Aku yakin Allah sayang pada kita.

It's written on Nov 19th, 2014

Surat Cinta untuk Suamiku di Masa Depan

Suamiku sayang...
Semoga kamu selalu dalam lindungan Allah. Kita harus berusaha untuk sabar sayang, sampai kita dipertemukan pada waktu yang tepat. Semoga disana, selalu terselip do'a untukku sayang. Dan aku pun selalu memohon pertolongan Allah untuk mengingatkanku bahwa ada dirimu disana. Dan aku do'akan dirimu disana dan ku do'akan kamu selalu sayang.

Sayangku...
Pasti kerinduanmu akan hadirku sudah sangatlah kuat, begitu juga aku juga disini sayang.

It was written down on phone on Oct 18th, 2014

Tuesday, November 25, 2014

Pribadi Ber-Cinta

Satu keyakinan dalam diriku bahwa setiap jiwa pasti punya cinta.
Lalu muncul satu pertanyaan, untuk siapakah cinta pada tiap jiwa-jiwa itu?
Tidak ada yang bisa menjawabnya dengan tepat.
Kalaupun ada yang bisa memberi jawaban, maka tidak bisa dijamin itulah kenyataan.
Karena peran Tuhan lah yang paling besar.

Nikmati saja kelembutan dan keindahan cinta yang dimiliki.
Jika saat ini kamu bersama sosok yang mencintaimu, maka ekspresikanlah cinta yang kamu miliki padanya.
Kalau begitu, bagaimana dengan pribadi yang merasa tidak mendapatkan cinta.
Maka, perhatikanlah dan hayatilah.
Perhatikan dan hayati setiap detik, menit yang terlewati.
Ada banyak cinta yang menyelimutimu sampai-sampai kamu terbuai dalam pelukannya.

Pasti muncul lagi pertanyaan, bagaimana aku mengekspresikan cintaku?
Emmm.
Bahkan aku pun tidak tahu jawabannya.
Yang jelas, tebarkanlah cintamu pada setiap hembusan nafas dan detak jantung kepada siapapun, dimanapun dan kapanpun.
Apa kamu akan menolak untuk melakukannya?
menolak karena kamu merasa tidak mendapatkan balasan cinta?
Tenanglah...
Ada cinta lebih besar yang senantiasa membuaimu dengan sangat lembut.
Kamu pun tidak bisa menyentuh atau melihatnya karena kehalusannya.

Training seharian (Thu, Day 254)

Aku semalem tidur agak awal kayanya. Sebelum jam 12. Udah ngantuk banget. Bangunnya pun sebelum jam 8 udah kebangun. Terus sholat dan mandi....