Wednesday, September 7, 2016

Sekilas Commuting di Jepang dan Indonesia


Hari ini ada beberapa hal yang aku pelajari. Berawal dari waktu belajar dengan Ms. Megumi, murid Bahasa Inggris di tempatku bekerja. Hari ini kami melanjutkan diskusi tentang 'Commuting'. Topik ini cukup menarik untuk kami bahas. Dari pembahasan ini, aku jadi lebih tahu beberapa hal tentang Jepang dan bagaimanakah perbandingan antara Jepang dan Indonesia jika dilihat dari beberapa hal.

How do people commute?
Masyarakat di kota Jepang sebagian besar menggunakan bis atau kereta dalam kehidupan sehari-hari. Biasanya, mobil pribadi digunakan oleh orang-orang tertentu yang tinggal cukup jauh dari perkotaan. Tapi tetap saja, mereka akan pergi menuju terminal bis atau stasiun kereta terdekat dan menggunakan transportasi umum tersebut ketika beraktifitas di dalam kota. Terdapat beberapa alasan mengapa transportasi umum disana banyak digunakan. Pertama, karena harga bensin yang mahal (mencapai kira-kira Rp. 40.000/liter). Kedua, biaya parkir mobil pun mahal (kira-kira Rp 30.000/50 menit). Biaya parkir mahal karena wilayah Jepang yang tidak cukup luas. Sedangkan di indonesia, harga bensin sangat murah (bahkan sering kali demonstrasi terjadi kalau harga naik satu atau dua ribu rupiah) sehingga masyarakat lebih memilih untuk memiliki kendaraan pribadi. Alhasil, jumlah kendaraan meningkat dan kemacetan dimana-mana (khususnya di Jakarta). Lagipula, bayar parkir juga murah (yaa meskipun masih ada saja yang komplain kalau bayar parkir lebih 500 atau 1000 rupiah)

No phone on bus/train
Sangat menarik, di Jepang ada larangan untuk menggunakan telepon genggam (Handphone - HP) selama berada di dalam transportasi umum (bis dan kereta). Bahkan ada tanda larangan tersebut di badan kendaraan. Hp dianggap sebagai mengganggu 'pacemaker'  pada orangtua dan penumpang yang memiliki keterbatasan fisik. Oleh sebab itu, Ms. Megumi lebih senang membaca buku selama dalam perjalanan. Dan mungkin ini juga sebabnya orang Jepang terbiasa menghabiskan waktu perjalanannya dengan membaca. Meski demikian, masih saja ada penumpang yang secara sembunyi-sembunyi menggunakan hp nya di atas kendaraan.

Kneeling bus
Di jepang, semua bis adalah kneeling bus sehingga semua orang bisa mengakses (termasuk orang tua dan penumpang dengan keterbatasan fisik). Selain itu, halte bis tepat berada disisi jalan dan dapat dengan mudah diakses olah semua orang. Jika dibandingkan dengan Indonesia, khususnya Jakarta, sangatlah jauh berbeda. Bahkan sampai saat ini saya belum pernah menemukan ada kneeling bus disini (bisa jadi karena aku kurang informasi). Selain itu, Ms. Megumi juga cukup heran dengan lokasi halte bis Transjakarta yang berada ditengah kedua jalur jalan raya dan harus ditempuh dengan tangga dan melalui overpass. Bagaimana jika orang-orang tersebut (orang tua dan penumpang dengan keterbatasan fisik) ingin bepergian?

*Tulisan ini pertama kali digoreskan pada 06 September 2016

Tuesday, August 30, 2016

Mental Orang Indonesia di Mata Para Polisi

Before
Beberapa waktu yang lalu, terjadi lagi aku kena tilang di daerah sekitar Monas, Jakarta. Aku membonceng satu teman dan ada satu temanku lagi berinisial B membonceng satu temanku yang lain lagi. Jadi, kami berempat dengan dua sepeda motor bermaksud mengajak dua teman yang aku dan B bonceng berkunjung ke beberapa tempat di Jakarta, satu diantaranya adalah Monas.
Pada saat itu kami bingung mencari tempat parkir motor di sekitar Monas. Karena kami dalam situasi cukup bingung dan tak tentu arah, secara tidak sadar kami menuju ke lokasi parkir melalu jalan khusus roda empat. Aku tidak memperhatikan simbol lalu lintas yang ada di pintu masuk menuju jalur itu. Lagipula, aku melihat ada beberapa sepeda motor yang melaju di jalan itu, jadi aku pikir aman. Akhirnya polisi menghentikan laju kami di tengah perjalanan. Polisi mengajak kami menuju pos polisi. Aku sempat bertanya kenapa ada motor-motor lain yang melewati jalur itu. Jawabannya "Udah, sini dulu". Pak Polisi tidak menghiraukan pertanyaanku dan hal ini cukup menyebalkan.
In
Kurang lebih sama dengan cerita tilang di ceritaku sebelumnya. Si Pak Polisi memeriksa SIM dan STNK, mengeluarkan surat tilang, menunjukkan angka denda yang akan dikenakan di pengadilan (Rp. 250.000), memberikan informasi mengenai pengadilan (dimana dan kapan) dan menawarkan untuk menebusnya pada saat itu juga dengan menawarkan nilai 'denda' yang lebih kecil (Rp. 100.000) dan katanya nanti akan dibantu disetorkan ke pusat. Oiya, dalam menawarkan nilai denda, lagi-lagi polisi tidak melafalkannya, tapi hanya menunjukkan nilai yang ada di atas kertas surat tilang.
Proses ini cukup menarik karena beberapa hal aku pelajari. Ketika memberikan informasi tentang waktu pelaksanaan pengadilan, si polisi menanyakan apakah kami bisa datang pada saat ini dan membuat kami berpikir tentang 'kebisaan' kami untuk hadir. Temanku langsung berpikir dan memutuskan tidak bisa hadir karena harus berada di tempat kerja pada waktu tersebut. Dia memilih untuk menebusnya pada saat itu juga dengan membayar 'denda' (alias tebusan) senilai Rp. 100.000. Temanku dan seorang Polisi menyingkir dariku dan kedua temanku lainnya. Datanglah Polisinya yang lain mengambil alih urusan tilangku.
Ketika temanku sudah mengambil keputusan tersebut, aku masih berpikir. Disaat aku berpikir lebih lama dengan menampakkan wajah penuh bersalah, takut dan sedih (hehe), Pak Polisi bertanya "Jadi gimana ni? Mau ke pengadilan atau diambil sekarang biar cepet?. Aku pun memutuskan untuk menghubungi orang tuaku dan meminta pendapat mereka. Di telepon, Bapak mengatakan "Ya kalau memang kamu mau cepet, ya ditebus disitu. Tapi kalau kamu mau belajar gimana proses di pengadilan, ya ke pengadilan aja. Lagipula denda di pengadilan gak sebesar itu". Akupun menutup telepon dan menyampaikan ke si Polisi bahwa menurut Bapakku aku lebih baik hadir di pengadilan.
Sebelumnya aku tidak terbayang bagaimana respon si Polisi selanjutnya. Ternyata setelah aku menyampaikan keputusanku, si Polisi bertanya "Emang apa sih kerjaan bapaknya?". Aku jawab "Petani di kampun, Pak", sempat terpikir untuk bilang bahwa Bapakku seorang Polisi sih, tapi takut bohong (hehe). Polisi "Ya kan gak semuanya harus menurut orangtua kalau memang mau cepet". Aku jawab dengan nada dan ekspresi wajah polos "Ya tapi kata Bapak saya begitu, Pak". Mengejutkannya si Polisi terus berusaha membuatku untuk merubah keputusanku itu. Polisi "Yaudah, sekarang kamu bisa kasih berapa biar kita bantu? Itu kan temennya segitu, kamu bisanya berapa?", Aku "Pengadilan aja, Pak". Dua teman di sebelahku sepertinya merasa bersalah dan berbisik untuk membayarnya dengan memberikan Rp. 50.000. Tapi aku tetap kekeh dengan ketupusanku, karena memang aku ingin belajar dari pengalaman di pengadilan nanti. Ya, akupun tahu kalau si Polisi itu pun pasti akan menerima ketika aku kasih Rp. 25.000 sekalipun.
*Di jalan setelah tilang si B bilang "Tadi itu si Polisi sempet ngomong Fit waktu kamu telpon Bapakmu, Itu temennya ngapain lagi pake ribet telpon orang tua segala."
After
Datanglah hari persidangan dan aku hadir. Karena waktu pelaksanaan persidangan pukul 9 pagi- 5 sore, aku hadir setelah jam makan siang. Proses persidangan ternyata sudah selesai, dan sekarang proses pembayaran denda. Aku menuju antrian penyetoran surat tilang, mengambil nomor antrian, mnunggu sampai nomor antrian dipanggil, membayar denda dan selesai. Tidak serumit dan sesulit yang dikatakan Polisi. Dan tidak semahal yang dikatakan Polisi. Aku dikenakan denda Rp. 100.000. Ya meskipun apakah benar nilai dendanya sebesar itu, karena surat bukti pembayarannya tidak ditunjukkan oleh petugas. Allahu A'lam.
Kesimpulan
Dari peristiwa di atas, menunjukkan bahwa Polisi memperlakukan para pelanggar lalu lintas (khususnya orang Indonesia) dengan mendudukkan mereka pada beberapa sifat berikut ini:
1. Mental cepat dan mudah. Orang Indonesia lebih memilih untuk melakukan pekerjaan ataupun hal lain daripada dating di persidangan dan mengikuti prosedur hukum yang berlaku. Polisi selalu menonjolkan jauhnya lokasi persidangan dan waktu di hari kerja (aku aja kemarin minta izin dari kantor dan Alhamdulillah diberikan izin)
2. Mental penakut. Orang Indonesia kurang memiliki keberanian untuk melakukan hal yang belum pernah dilakukan, apalagi untuk menghadiri pengadilan yang terdengar menyeramkan dan dengan nilai denda yang ditunjukkan Polisi.
Sepertinya cukup sekian, mungkin ada beberapa hal yang tertinggal, tapi semoga ada beberapa hal yang bisa kita semua pelajari dari pengalaman tersebut.
*Oiya, kata Bapakku setelah Bapak mendengar cerita proses tilangku, "Sebenarnya Polisis itu udah ketakutan Nduk waktu kamu bilang lebih memilih buat ke pengadilan. Makanya Polisi terus nyecer kamu buat bayar berapapun sebisa mu (meskipun dengan jumlah kecil".


Cuplikan Kisah Kitab Epos Ramayana

Kemarin aku coba berkunjung ke Perpustakaan Daerah Jakarta Selatan, tepatnya di belakang gedung Sekolah Labschool. Semula aku ingin membaca beberapa buku pendidikan. Setelah membaca satu buku tentang Behavior Recovery, aku tertarik membaca kisah Ramayana. Secara acak aku buka lembaran buku ini dan terhentilah aku di bagian ketika Rama akan meninggalkan Ayodya untuk memenuhi Sumpah ayahnya, Raja Dasarata. Aku sama sekali tidak paham dengan latar belakang kisah ini sebelumnya. Akan tetapi kisah tersebut bisa membuatku meneteskan air mata di tengah-tengah ruang perpustakaan. Mungkin karena aku terlalu larut dalam cerita tersebut.
Dalam tulisan ini aku ingin merefleksikan gejolak perasaan yang aku alami ketika menjajaki kata per kata dan kalimat demi kalimat kisah tersebut.
Rama
Betapa berbesar hatinya Rama yang harus pergi ke hutan dan menghabiskan usianya selama 14 tahun disana. Padahal dia sama sekali tidak memiliki campur tangan apapun dengan apa yang dilakukan ayahnya, Raja Dasarata. Dia sama sekali tidak peduli apa yang nanti akan dihadapinya selama hidup di hutan. Padahal dia adalah calon Raja selanjutnya. Rama sangat patuh kepada kedua orangtuanya. Rama benar-benar menjunjung tinggi kedua orangtuanya. Tutur katanya yang penuh cinta kasih dan kelembutan menhiasi kepergiannya meskipun itu malah menambah kesedihan kedua orang tuanya. Kepatuhan Rama kepada kedua orangtunya menyentuh hatiku. Aku sama sekali tidak memiliki bukti apapun yang menunjukkan akan baktiku kepada Bapak dan Ibu. Rama mengingatkanku untuk menempatkan orangtua di singgasana yang sangat tinggi.
Selain sebagai seorang anak, Rama ialah suami Sinta. Dia mengalami dilema perasaan yang sangat. Pada satu sisi dia ingin memenuhi sumpah yang telah dilontarkan oleh ayahnya, akan tetapi berat rasanya untuk meninggalkan istrinya tercinta. Hatinya gelisah dan bergejolak.Sampai akhirnya dia mengungkapkan niat kepergiannya kepada Sinta. Sinta pun memutuskan untuk ikut bersama Rama ke hutan.
Raja Dasarata dan Ratu Kaylela (Ayah dan Ibu Rama)
Keduanya sangat mencintai Rama. Bahkan Raja Dasarata menyesali karena telah melibatkan Rama kedalam sumpahnya. Sama sekali tak terbayangkan olehnya bagaimana Rama dapat menjalani kehidupan di dalam hutan selama empat belas tahun. Mereka merasakan duka yang sangat dalam ketika harus menyaksikan putranya semakin jauh meninggalkan Kerajaan Ayodya.

*Baru saja menemukan ini di draft dan sepertinya apa yang ada dipikiranku pada saat itu sudah tidak ada lagi sekarang, jadi saying sekali tidak bias aku teruskan

Catatan Pertama di Kelas

Tulisan berikut ini berdasarkan catatan ringkasku di kelas. Seperti biasanya, sesi pertama tahun ajaran baru pasti diawali dengan sesi perkenalan kan. Mungkin catatan ini tidak terasa begitu special sekarang, tapi aku yakin suatu saat nanti catatan ini akan membantuku untuk mengingat lagi memori pada saat pertemuan pertama di kelas ini. Oiya, ini adalah tentang anak-anakku di kelas 10 SMA.

Amar suka sekali dengan warna biru dan dia menjelaskan sebisa mungkin dan dengan penjelasan yang cukup lebar bahwa dia memiliki attention deficit. Semoga aku selalu ingat hal ini dan membantu dia untuk tetap mengikuti pelajaran dengan baik.

Iraf suka music dan dia sempat mengatakan bahwa dia tidak memiliki ketertarikan pada agama. Terlebih lagi, dia tidak mempercayai konsep agama. Hmmm, untuk saat ini dia memang pada keadaan ini, tapi aku yakin akan datang saatnya Irfa memahami dengan baik sebagai seorang Muslim dan memiliki keyakinan yang kuat.

Ruben senang dengan olahraga dan yang menarik adalah dia sama sekali tidak pernah merasakan mi instan. Jarang sekali orang seperti ini.

*Alhasil, kertas catatannya hilang entah terselip dimana, jadi tulisan ini cukup sekian. Kalau nanti kertasnya sudah ketemu, maka bias dilanjutkan lagi


Sunday, July 17, 2016

Tebus (sogok) atau ke Pengadilan?


Tadi siang aku ambil belok kiri sewaktu di perjalanan menuju Jakarta dari Karawang. Eh ternyata itu jalur khusus untuk mobil menuju ke jalan tol. Langsung deh ambil langkah mundur dorong motor dan lanjutkan perjalanan. Ternyata di depan dihadang Pak Polisi. Diminta tuh STNK dan SIM dan diajak ke pos polisi. Di pos, Pak Polisi bilang untuk hadir di pengadilan dan nunjukin lembaran merah dan tercantum beberapa nominal denda pelanggaran. Katanya nanti aku akan kena denda 100.000 di pengadilan. Aku tanya deh kapan dan di pengadilan mana. Pengadilannya di pengadilan Bekasi tanggal 29 Juli.  Langsung aja aku berpikir kalau aku gak tahu lokasinya dan aku punya jadwal ngajar di hari itu. Tapi pengen  coba juga sih buat ikutan ke pengadilan biar punya pengalaman. Lagian aku pernah baca bukunya Panji (Nasionalisme, kalau gak salah itu judulnya), bahwa lebih baik kita ikutin aja aturan untuk hadir di pengadilan kalau melakukan pelanggaran lalu lintas, ya daripada ngasih uang secara langsung ke polisi yang sebenarnya serupa dengan sogok-menyogok.
Ternyata si Pak Polisi langsung aja nawarin "Mau dikasihin atau ke pengadilan? Gak tau juga kan pengadilannya dimana". Aku berasa deg-degan dan agak gemeter takut sampe suaranya kedengeran kaya mau nangis, "Saya gak tau. Kalo dikasihin?". Langsung aja deh tuh si Pak Polisi bilang "Ya kalo dikasihin ini ditebus (sambil nunjukin STNK dan SIM ku). Sekarang ada gak uang segini? (sambil nunjuk nominal 100.000 di lembaran merah tadi itu)". "Gak ada Pak. Saya gak bawa uang" Suaraku agak gemeter gitu sih, tapi ini bukan akting, beneran dan natural. "Yaudah sekarang adanya berapa?" Katanya lagi. "Ya tapi saya gak bawa uang, Pak". Sebenernya ada sih uang selembar 50.000 di dompet, tapi kan buat beli bensin, jadi aku gak bohong kan kalau aku bilang gak punya duit. Akhirnya, Pak Polisi ngasihin STNK dan SIM ke aku sambil bilang "Yaudah ini buat peringatan."

*Ditulis seminggu yang lalu, 17 Juli 2016


Saturday, June 11, 2016

Wahai Putra-putriku (7 Ramadhan 1437)

Kajian Kitab Ayyuhal Walad karangan Imam Al-Ghazali oleh KH. Shoffar Mawardi (Pengasuh Ma'had Daarul Muwahhid)

Sebelum melanjutkan kajian pada hari ini, Ustadz menyampaikan kembali ringkasan pembasahan pada kajian sebelumnya.

Suatu ketika Abu Hasan Al-Bashri diberikan segelas air minum. Ketika air minum tersebut berada digenggamannya, tita-tiba Beliau jatuh pingsan. Setelah Beliau sadar, ditanyakanlah padanya "Kenapa wahai Abu Sa'id?". Beliau pun menjawab "Sesungguhnya aku teringat akan penghuni neraka tatkala menyeru kepada ahli surga: Tuangkanlah (sedikit) air kepada kami atau rezeki apa saja yang telah dikaruniakan Allah kepadamu (selengkapnya QS Al-A'raf 50)."

Pernahkah peristiwa tersebut terjadi pada kita?
Begitulah kehidupan di akhirat kelak. Padahal di kehidupan dunia saat ini, para calon ahli surga lah yang senantiasa menyeru para calon ahli neraka untuk beribadah dan taat kepada Allah. Dan perlu kita ketahui bahwa ahli neraka itu terdiri dari tiga golongan, yaitu: munafik, kafir dan fasik. Orang Islam dapat tergolong kedalam 'orang munafik' jika tidak mau berhukum kepada hukum Allah. Semoga kita menjadi bagian dari para penghuni surga. Aammiin.

Setelah ringkasan singkat di atas, berikut adalah kajian nasehat Imam Al-Ghazali selanjutnya.

Wahai putra-putriku, jikalau kamu merasa cukup dengan pemahaman ilmu dan kumpulan buku-buku keilmuan semata-mata dan tidak butuh akan pengamalannya, maka sesungguhnya seruan Allah yang disampaikan oleh malaikat (pada sepertiga malam) adalah sia-sia tanpa faedah (Adakah orang yang meminta? Adakah orang yang memohon ampun? Adakah orang yang memohon taubat?). 
Diriwayatkan bahwasanya sekumpulan sahabat Rasulullah saw. menyebut-nyebut Abdullah bin Umar sebagai orang yang berilmu dan berakhlak mulia. Rasulullah saw. pun bersabda "Sebaik-baik laki-laki adalah Abdullah bin Umar, kalau saja ia senantiasa sholat di malam hari".  
Dalam sebuah riwayat, Rasulullah saw. bersabda kepada seorang sahabat "Wahai Fulan, janganlah kamu memperbanyak tidur di malam hari karena sesungguhnya tidur di malam hari itu meninggalkan pelakunya dalam keadaan fakir pada hari kiamat".

Nasehat di atas menunjukkan keutamaan sholat di malam hari yang senantiasa di laksanakan oleh Rasulullah saw. Seorang ulama (saya lupa nama Beliau) menyatakan bahwa tidur selama 4 jam bagi kita dimalam hari merupakan sebuah kenikmatan dan tidur selama 5 jam merupakan sebuah kemewahan, meskipun para dokter menyarankan untuk tidur setidaknya selama 8 jam. Jika memang demikian, kapankah kita bisa menuntut ilmu Allah untuk bekal kehidupan dunia dan akhirat?

Wahai putra-putriku, sesungguhnya firman Allah "Dan pada sebagian malam,lakukanlah sholat tahajjud (sebagai suatu ibadah) tambahan bagimu… (QS Al-Isro' 79)" adalah sebuah perintah, "Dan pada akhir malam mereka memohon ampunan (kepada Allah) (QS Az-Zariyat 18)" adalah sebuah kesyukuran, "Dan orang yang memohon ampunan pada waktu sebelum fajar (QS Al-Imron 17)" adalah sebuah peringatan.

*Sholat tahajjud merupakan sholat sunah pada malam hari yang dilaksanakan setelah terbangun dari tidur. Jika dilaksanakan tanpa tidur terlebih dahulu maka disebut dengan sholat malam.

Rasulullah saw. Bersabda: terdapat tiga suara yang disukai oleh Allah, yaitu: suara ayam jantan, suara orang yang membaca Al-Qur'an dan suara orang yang memohon ampun. Dalam riwayat lain menambahkan suara orang yang berdo'a.

Menurut sebuah keterangan, ayam jantan dapat melihat turunnya malikat pada sepertiga malam untuk menyampaikan seruan yang tercantum pada ringkasan di atas. Pada saat itu berkokoklah ayam jantan. Oleh sebab itu, beberapa Kyai sepuh memelihara ayam jantan sebagai alarm hidup untuk memberikan peringatan.
Terkait suara orang yang berdo'a, maka janganlah berputus asa ketika do'a kita yang terus-menerus belum juga dikabulkan oleh Allah karena sesungguhnya Allah senang mendengarkan permintaan-permintaan dalam do'a tersebut. Oleh karena itu, kita hendaknya tidaklah berbangga ketika setiap kali berdo'a langsung terkabul. Siapa tahu do'a tersebut lekas terkabul karena memang Allah tidak senang mendengarkan permintaan-permintaan kita. Meski demikian, kita hendaknya senantiasa berbaik sangka kepada Allah.

Sufyan Ats-Tsauri berkata "Sesungguhnya Allah Yang Maha Tinggi menciptakan angin yang berhembus di  waktu sebelum fajar membawa dzikir dan permintaan ampun kepada Sang Maha Kuasa". Beliau berkata pula "Pada permulaan malam, berserulah malaikat dari bawah 'Arsy "Ingat, berdirilah para ahli ibadah". Maka berdirilah mereka dan menunaikan sholat sesuai dengan kehendak Allah. Kemudian berserulah malikat pada pertengahan malam "Ingat, berdirilah para orang yang taat". Maka berdirilah mereka dan menunaikan sholat hingga waktu sebelum fajar. Ketika waktu sebelum fajar, malaikat berseru "Ingat, berdirilah para orang yang memohon ampun". Maka berdirilah mereka dan memohon ampun. Maka tatkala terbit fajar, berserulah malaikat "Ingat, berdirilah orang yang lalai". Maka berdirilah mereka dari alas tidur seperti orang mati yang dihidupkan dari kuburan mereka. Setelah itu tidak ada seruan lagi, karena seruan apa lagikah yang pantas untuk diberikan? 

Wahai putra-putriku, diriwayatkan oleh Luman Al-Hakim kepada putranya bahwa: "Janganlah sampai ayam jantan itu lebih cerdas dari kamu! Ayam jantan itu berseru di waktu sebelum fajar sedangkan kamu masih tertidur".


Sunday, June 5, 2016

1 Ramadhan 1437 H

Sebelum saya mulai ke inti pelajaran pada hari ini, saya awali dengan pembukaan dulu ya.

Seperti biasa, Ma'had Daarul Muwahhid Jakarta Barat mengkaji kitab khusus selama bulan Ramadhan yang langsung disampaikan oleh Pengasuh Ma'had, yaitu Ustadz ShoffarMawardi. Kajian ini berlangsung setiap pagi setelah menunaikan sholat Shubuh berjamaah. Pada Ramadhan kali ini, kami mengkaji Kitab Ayyuhal Walad karya Imam Al-Ghazali. Nah, sekarang kita masuk ke pelajaran yang telah dikaji pagi hari tadi. (*semoga Allah memberikan keistiqomahan untuk bisa menuliskan rangkuman kajian Kitab Ayyuhal Walad ini selama Ramadhan. Aammiin)

Judul kitab ini bermakna 'Wahai para putra-putri'. Akan tetapi sesungguhnya makna 'walad' yang tercantum didalamnya sangatlah luas meliputi para santri, murid bahkan mahasiswa. Kitab ini berisi tentang nasehat-nasehat bagi para penuntut atau pencari ilmu supaya mereka mengetahui, mengamalkan dan mendapatkan ilmu yang bermanfaat. Pembahasan kitab ini diawali dengan basmalah, memberikan pujian kepada Allah dan menyanjungkan sholawat kepada Rasulullah saw.  Imam Al-Ghazali memuji Allah atas janji-Nya bahwa kesudahan atau akhir yang terpuji adalah untuk orang-orang yang bertaqwa. Terkait pujian, sesungguhnya pujian terbagi menjadi empat, yaitu: pujian Allah untuk Allah, pujian Allah untuk makhlu, pujian makhluk untuk Allah, dan pujian makhluk untuk makhluk. Meski demikian, inti dari beberapa pujian tersebut bermuara pada Allah swt.

Imam Al-Ghazali menyampaikan sekilas sejarah ditulisnya kitab ini. Pada dahulu kala terdapat seorang penuntut ilmu yang senantiasa melayani Syaikh Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali. Ia selalu sibuk untuk membaca dan menghasilkan ilmu dari beliau sampai-sampai ia mengumpulkan ilmu-ilmu secara terperinci sehingga sempurnalah keutamaan-keutamaan yang ada pada dirinya. Suatu hari ia berpikir dan terlintas dalam benaknya bahwasanya ia telah membaca berbagai ilmu dan menghabiskan usianya untuk mempelajari dan mengumpulkannya dan ia pun berpikir bahwa sekarang adalah waktunya ia tahu apakah ilmu yang ia miliki bermanfaat untuk kehidupan dunia akhirat dan akan membuatnya bahagia di alam kubur kelak.  Sebagaimana do'a dalam sabda Rasulullah saw. 'Ya Allah, aku berlindung dari ilmu yang tidak bermanfaat. Kemudian disampaikanlah perihal ini kepada Imam Al-Ghazali dengan meminta fatwa, bertanya mengenai masalah-masalah, serta meminta nasehat dan do'a. Seorang murid penuntut ilmu tersebut bermaksud supaya Imam Al-Ghazali menuliskan nasehat-nasehat yang dapat senantiasa dibawa sepanjang masa dan dapat diamalkan selama hidupnya. Maka Imam Al-hazali menuliskan jawaban-jawabannya dalam kitab ini. Allah lah Yang Maha Mengetahui.

Setelah latar belakang singkat penulisan kitab ini, Imam Al-Ghazali langsung memulai menyampaikan nasehat pada bagian selanjutnya.

Ketahuilah para putra putri dan pecinta Allah bahwa Allah memanjangkan usiamu dengan ketaatan kepada-Nya yang dengannya kamu sekalian berada di jalan para kekasih Allah. Dituliskannya kitab ini untuk tersiarnya nasehat. Jika nasehat tersebut sampai kepadamu maka apakah hal yang dapat kamu ambil dari nasehatku itu? Dan jika nasehat ini belum sampai kepadamu, maka apakah yang telah kamu hasilkan selama ini?

Wahai para putra putri, diantara nasehat Rasulullah saw. adalah:
Tanda berpalingnya Allah dari seorang hamba yaitu sibuknya hamba daam hal yang tidak bermanfaat. Sesungguhnya seseorang yang kelihangan satu jam dalam usianya bukan untuk ibadah, maka sungguh ia akan menyesal berkepanjangan. Dan barang siapa yang telah melampaui usia 40 tahun dan tidak dapat mengalahkan keburukan dari kebaikan maka hendaklah bersiap menuju neraka.

Ustadz Shoffar memberikan pemaparan lebih jelas bahwasanya ketika seseorang berpaling dan jauh dari Allah, bukanlah ia yang berpaling, tetapi Allah lah yang berpaling darinya. Seperti yang diceritakan bahwa ada seorang mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan di salah satu negara Timur Tengah (saya lupa namanya). Ia sama sekali belum pernah berziarah ke makam Rasulullah dan mengatakan bahwa tidak ada anjuran untuk mengunjungi makam Rasulullah. Maka Kyai Abdullah Syafei pun menyatakan bahwa bukanlah mahasiswa tersebut yang tidak mau mengunjungi, tetapi Rasulullah lah yang tidak mau dikunjungi oleh mahasiswa itu.

Selain itu, banyak orang yang diberikan hidayah untuk melakukan kebaikan dan ibadah, akan tetapi hanya sedikit yang mendapatkan taufik dari Allah sehingga dapat melaksanakannya, contohnya ketika rasa malas datang. Oleh sebab itu, hendaklah kita berusaha untuk menjemput taufik tersebut meskipun terasa berat. Marilah kita berdoa supaya kebaikan yang kita lakukan dapat mengalahkan keburukan, dan ketaatan kita dapat mengalahkan kemaksiatan yang kita perbuat. Al-fatihah.




Sunday, May 15, 2016

Catatan Kaki KKN 4, 5 & 6

Rabu, 23 April 2014

Hari ini seperti biasa kami mengawali hari dengan memasak. Memasak tempe oncom dan sambal terong yang ternyata si Eko dan Kris tidak doyan. Yah itu mah derita mereka. Selanjutnya kami menuju ke perpustakaan untuk melanjutkan merapikan karpet sampai dhuhur dan pulang untuk beristirahat  sejenak kemudian makan siang. Karpet pun sudah rapi dipasang. Oya, siang ini 3 teman lainnya akan datang sehabis dhuhur. 

Setelah 3 teman yang lain dari Jakarta sampai di base camp, beberapa waktu kemudian kami berlima ke perpustakaan terlebih dahulu untuk memulai membersihkan buku.   Mereka menyusul kemudian. Kami berada disana sampai waktu ashar dan sewaktu di perjalanan pulang aku bertemu dengan Teh Vina sedang mengendarai motor. Teh Vina bilang akan menyusul ke perpustakaan dan sekaligus menawarkan untuk belajar Matematika Basis 10 bersama Kakek Hakimi.

Di sore harinya teman-teman berpesta ria makan pempek Palembang. Aku tidak bisa makan cuka, makanya tidak ikut bergabung. Karena bingung hendak makan apa, jadi aku tidur lebih dulu. Oya, teman-teman laki-laki pergi untuk mengangkut meja yang ada di SD dan kemudian dibawa ke perpustakaan.

Kamis, 24 April 2014

Hari ini kami semua sudah berkumpul. Kami mengawali hari dengan rapat untuk persiapan hari ini dan mencurahkan segala unek-unek (beban) yang ada dalam diri kami masing-masing. Setelah sesi ini, semuanya netral kembali dan tidak ada lagi rasa 'ngambek' (terutama aku pribadi).

Aku baru ingat kalau di belakang rumah ada gotong royong para bapak-bapak untuk membersihkan saluran air di sawah. Kegiatan ini biasa disebut 'karitan' (kalau tidak salah). Informasi ini disampaikan Mang Empu kemarin ketika bertemu denganku dan teman-teman. Kemudian empat teman laki-laki pergi ke sawah dengan persenjataan masing-masing, diantaranya cangkul dan sabit. Salah satu dari bapak-bapak di sana bahwa mereka harus memakai autan supaya tidak gatal. Aku ikut pergi ke sawah, tapi hanya sekedar mendokumentasikan aktifitas mereka.

Setelah mereka selesai, mereka langsung mencangkul halaman depan rumah. Biar sekalian kotor katanya. Dan diwaktu yang sama semua teman perempuan memasak di dapur mempersiapkan makan siang. Setelah makan siang kami berangkat ke perpustakaan lagi untuk membersihkan buku-buku lagi. Oya, kemarin setelah magrib, kami para perempuan bersama Afilin berkunjung ke rumah Bik Rum dan Mang Empu untuk bersilaturrahmi. Pada saat yang sama, para lelaki mengangkut meja dari SD. Tetapi sebelumnya kami ke Kadus (kepala dusun) untuk menyerahkan fotokopi KTP.

Setelah istirahat makan siang, kami menuju ke perpustakaan lagi untuk membersihkan buku. Buku yang ada di perpustakaan sangatlah banyak. Maka dari itu membutuhkan waktu yang sangat lama untuk menyelesaikannya. Kami membersihkan sampai waktu ashar dan di malam harinya Teh Vina berkunjung untuk berdiskusi lagi.

Jumat, 25 April 2014

Pagi ini kami mencoba sarapan nasi uduk. Aku membelinya dengan Teh Ana. Tempatnya cukup jauh.  Oh ya, kemarin sore Mas Ikin dan Afilin berangkat pulang ke Jakarta. Jadi sekarang tinggal ber-enam. Dan aku lalai karena hanya beli 5 bungkus nasi uduk.

Setelah sarapan, aku baru ingat kalau pagi ini ada pengajian ibu-ibu. Aku dan Rina langsung bersiap dan berangkat berama Emak Um dan Bi Rum. Di tempat pengajian kami dipersilahkan untuk memperkenalkan diri ke para ibu jamaah majelis ta'lim. Sepulangnya dari pengajian, Kris dan Eko pamit ke kantor pos untuk mengambil paket. Setelah waktu sholat Jumat, dhuhur dan makan siang usai, kami ke perpustakaan lagi. Dan pulangnya kami mampir sejenak di rumah Teh Vina dan bertemu Teh Neni dan Abah. 

Aku dan Rina sholat magrib di masjid. Sepulang dari masjid, Abah datang kerumah dan mengajak untuk berkunjung ke rumah Mang Udin untuk minta izin mengolah tanah pekarangannya.

Friday, May 13, 2016

Catatan Kaki KKN 3

Selasa, 22 April 2014
Baiklah, aku memutuskan hal yang aku pelajari saja, tidak harus semua kegiatan di hari ini akan kuceritakan.

Pagi-pagi sekali  terdengar suara berisik mesin di depan ruumah. Karena aku mengantuk, jadi tetap melanjutkan tidur tanpa memperdulikan suara gemuruh itu. Setelah dibangunkan oleh teman-teman untuk sarapan, aku langsung bangun dan makan. Setelah itu kami langsung menuju ke lantai dua masjid (tempat kami melaksanakan program perpustakaan). Dan ternyata suara berisik itu berasal dari mesin penggiling padi di depan rumah. Mesin sudah berhenti bekerja ketika aku hampiri. Mas ikin sudah berdiri disitu dari tadi sepertinya. Setelah menimbang beras hasil penggilingan, Mang Empu (salah satu putra Mak Um dan juga tinggal satu rumah dengan Mak Um, tepat bersebelahan dengan base camp kami. Mang Empu tidak lain adalah kakak laki-laki Bu Iik) memberikan sejumlah uang ke si akang penggiling. Mas Ikin pun bertanya ke Mang Empu berapa jumlah pembayaran unntuk menggiling. Beliau menjawab, 5000 per kg. kami pun bercakap-cakap sedikit dengan si akang penggiling.

Mobil penggiling keliling berjalan mengelilingi desa kalau-kalau ada yang mau menggiling. 'Dedak' atau bubuk kulit padinya dimiliki oleh si penggling, katanya untuk pakan kuda. Dedak dari penggiling di pabrik katanya lebih halus diibandingkan dengan hasil penggiling berjalan. Entah karena apa, kami tidak menanyakannnya. Tapi mungkin karena kualitas mesin itu sendiri. Setelah itu ada seorang nenek yang tampaknya baru saja dari sawah ingin membeli kotoran penggiling tersebut untuk pakan bebek katanya. Ia membeli Rp 5.000 dan memberikan kantong ke si akang penggiling. Dan si nenek ngomel terus menerus karena yang diberikan hanya sedikit. Masih terus saja mengomel karena yang jumlah yang didapatkannya bisasanya Rp 5.000 untuk 2 kg. tapi ini mungkin hanya 1 kg saja. Sambil membereskan mesin penggiling, kedua akang penggiling mengacuhkan si nenek. Dan mungkin karena mereka tidak tahan dengan omelan si nenek, si akang mengembalikan uang Rp 5.000 dan meminta nenek untuk memberikannya Rp 3.000. Si nenek langsung mencari-cari di dompet berwarna hitam dengan risleting putih. Tampaknya tidak terlalu ada banyak uang didalamnya. Nenek hanya menemukan uang Rp 2.000 dan menukarkan uangnya pada saya. Karena saya tidak sedang membawa uang, saya minta tolong kepada Eko dan Ikin yang juga ada didekat situ untuk mengambilkan uang. Setelah uang sudah ditukar, nenek langsung memberikan Rp 3.000 ke akang penggiling dan menuju pulang. Si akang pun pergi menggunakan mobil penggilingnya. Oya, setelah si nenek pergi, Mang Empu mengatakan si nenek setelah dari sawah untuk mencari '……..' haduh, aku lupa istilahnya. Ini adalah padi yang tumbuh lagi setelah tanaman padi yang sebenarnya sudah di panen. Biasanya setelah di panen, batang padi yang ditinggalkan akan tumbuh lagi beberapa dan juga menghasilkan buah. Hasilnya tidak sebagus padi utama kata Mang Empu.

Kami menuju perpustakaan bersama Abah, ternyata kuncinya masih di SD (gedung perpustakaan sebelumnya yang menjadi sasaran kemarahan warga dan dibakar). Jadi, si Abah meminta tolong ke beberapa orang yang ada di sekitar situ (bapak-bapak) untuk mengambilkan kuncinya. Dari situ aku melihat betapa besarnya peran si Abah. Setiap orang dengan senang hati membantu, kecuali beberapa pihak yang tidak usah saya sebutkan.

Karena kunci tidak juga ditemukan, maka pintu pun dicongkel dan kami bisa masuk. Kemudian kami mulai membersihkannya sampai waktu dhuhur dan kemudian pulang untuk bersih-bersih dan sholat dhuhur. Kemudian setelah makan siang kami kembali lagi ke perpustakaan lantai dua untuk melanjutkan bersih-bersih. Dan karpet pun sudah terpasang dengan rapi dan sisanya dilanjutkan esok hari.

Thursday, May 12, 2016

Catatan Kaki KKN 2

Senin, 21 April 2014

Pagi ini diawali dengan memasak bersama teman-teman. Berdasarkan rekomendasi Bu Iik, kami berbelanja di penjual sayur tetangga, tepatnya di rumah ketiga sebelah kanan (kalo tidak salah, hehehe).  Kami mulai berinteraksi  dengan tetangga dengan berbelanja. Aku pergi belanja dengan Eko. Kami berbelanja kangkung dan bahan sayur sop.

Setelah menikmati sarapan, Teh Vina datang ke rumah (base camp) dan kita semua langsung menuju ke kantor kecamatan. Sesampainya disana kami berlima menunggu di luar dan Teh Vina masuk terlebih dahulu. Beberapa menit kemudian Teteh memanggil kami untuk mengikutinya menuju ruang Pak Camat.
Pak Camat tersebut baru saja menjabat sebagai Camat, Teh Vina  belum mengenalnya dan bahkan ini adalah pertemuan pertama kali. Semalam, Teh Vina memikrkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi ketika bertemu dengan si Pak Camat. Dan akhirnya tadi pagi buru-buru membuat surat pengantar atas nama Yayasan Sadamekar untuk teman-teman KKN.

Selama berbincang dengan pak camat, Teh Vina menjelaskan secara umum apa itu Yayasan Sadamekar yang kemudian menjelaskan tentang program KKN yang diadakan oleh pihak kampus (Sampoerna School of Education) di wilayahny, Desa Sukapura. Kesimpulan pertemuan tersebut adalah diharapkan Teh Vina menginfomasikan perihal ini juga ke beberapa pihak, salah satunya adalah kementerian pendidikan karawang. Dan pak camat juga menanyakan kenapa hanya di Desa Sukapura saja, tidak di desa lainnya.

Sepulangnya dari Kantor Kecamatan aku dan teman-teman langsung menuju rumah, tetapi Teh Vina langsung berangkat menuju Jakarta. Kami pun berpisah. Ternyata di rumah sudah ada anak-anak yang menunggu. Kami langsung menyapa dan bercakap-cakap dengan mereka. Kami saling berkenalan dengan beberapa anak-anak tidak hadir kemarin dan dilanjutkan dengan membaca buku yang kami bawa dari Jakarta. Beberapa waktu kemudian kami mengakhiri pertemuan dengan anak-anak, meskipun mereka masih saja berada di rumah, bermain dengan anak-anak lainnya.


Kami memasak untuk makan siang bersama. Rencananya setelah makan siang kami diajak Bang Oris untuk melakukan pengomposan di kumbung jamur. Sayannya ketika kami kesana, ternyata pengomposan sudah selesai. Betapa memalukannya kami. Selebihnya kami beristirahat di rumah. Dan di malam hari Teh Vina menghampiri kami di base camp.

*Bang Oris adalah teman Teh Vina yang juga ikut serta mengembangkan kumbung jamur di Desa Sukapura.

Wednesday, May 11, 2016

Catatan Kaki KKN

Catatan ini di tulis di pagi hari, Senin 21 April 2014, karena memang semalam cukup lelah sekali, butuh recharge energi untuk menghadapi hari ini. Di bawah ini aku ceritakan cerita kecil perjalanan ke Karawang, lokasi KKN (Kuliah Kerja Nyata), dimana aku akan belajar banyak hal dari masyarakat dan akan mencoba membantu mereka.

Aku berangkat bersama dua orang teman, Farikhin dan Afilin. Aku perempuan satu-satunya yang berangkat hari ini, karena masih ada Eko dan Kris yang berangkat menggunakan motor. Aku kecewa, dan sangat kecewa ke beberapa teman, tepatnya Rina, Ela dan Elia yang tidak bisa menepati janji dan berkomitmen  untuk berangkat hari ini juga. Persoalan perasaan kecewa ku tidak perlu aku ungkapkan disini. Tapi yang jelas semuanya itu akan aku sampaikan ketika kami semua sudah berkumpul. Jadi tak ada lagi omongan di belakang dan supaya semoga mereka bisa mengambil pelajaran dari pengalaman ini.

Alhamdulillah perjalanan berjalan lancar, kami duduk di bis berkursi 3, kumpul jadi satu. Sesampainya di Lamaran (suatu daerah yang dicirikan dengan flyover dan perempatan besar), mampir di tukang gorengan yang beberapa waktu lalu juga mengobati rasa lapar kami. Beberapa waktu kemudian si angkot biru jurusan Pasar Rawamerta muncul dan kami menaikinya. Sambil asik makan gorengan, kami, mungkin saya sendiri, menyimak percakapan seorang ibu dan anak gadisnya yang juga seorang santri di salah satu pesantren di Rawamerta.  Kata si Ibu, Rawamerta memang sudah terkenal dengan pesantrennya. Aku baru tahu hal tersebut pada saat itu. Dan setelah melalui separuh jalanan, ternyata ada sebuah bangunan pesantren baru yang di bangun tepat di sebelah kanan badan jalan dengan di kelilingi persawahan. Aku juga ikut mengamati. Kebanyakan atau bahkan memang semua santri yang terlihat mondar-mandir di sana berjenggot panjang untuk laki-laki dan bercadar untuk yang perempuan.  Sambil lalu, sampai juga di Pasar Rawamerta, tujuan akhir si angkot biru. Setelah duduk sebentar di depan warung, kami mampir ke warteg untuk makan siang, sekaligus berkenalan dengan si teteh warteg. Aku dan Ikin lumayan lama menunggu si Filin yang katanya mau ke ATM, jadi kami melanjutkan perjalanan lebih dahulu ke rumah yang kami tuju untuk base camp.

Sesampainya di rumah yang kami tuju, kami dibantu seorang bapak untuk menemui tuan rumah. Setelah itu bertemulah kami dengan seorang Ibu. Beliau memperkenalkan diri dengan nama Yanik. Padahal sebelumnya diinfokan bahwa kami akan tinggal di rumah Ibu Iik. Si Ikin menanyakan ke Bu  Yanik tentang Bu Iik, eh ternyata Ibu Iik adalah beliau. Tawa pertama pun pecah di saat itu juga. Sambil menunggu Filin, kami menikmati puding dan air putih yang disajikan Bu Iik. Seorang nenek tua menghampiri. Beliau adalah Ibunya Bu Iik, lebih senang dipanggil Mak Um. Berbincang-bincang ringan tentang kami dan tentang Karawang ini. pertanyaanku yang pertama kali muncul adalah, 'disini lagi musim apaan Bu, Mak?'. Mereka pun memaparkan cerita pendek bahwa saat ini Karawang sedang paceklik, yang artinya sedang tidak ada yang di panen. Beberapa hari yang lalu warga memanen padi, sayangnya yang biasanya dalam  1 hektar bisa menghasilkan sampai dengan 5 ton, sekarang hanya bisa menghasilkan 1 ton. Itu ukuran bersih setelah di 'bawon' (membayar upah pekerja dengan gabah hasil panen). Dan paling banyak hanya bisa sampai dengan 4 ton saja. Sayang sekali. Selain padi, tidak ada hasil bumi lainnya yang dikembangkan. Bu Iik sedikit bercerita tentang percobaan sederhananya berkebun di halaman depan rumah yang nanti akan aku ceritakan lebih lengkapnya.

Tak lama setelah berbincang, si Filin akhirnya sampai juga. Beberapa menit kemudian disusul oleh Kris dan Eko. Semua tas di letakkan di halaman belakang Bu Iik yang menurutku cukup luas, adem dan nyaman untuk kelesotan (tiduran, terutama di siang hari). Sambil beristirahat, ngobrol dengan Emak dan Bu Iik, Dek Nurul juga, Teh Vina pun datang. Tidak tanggung-tanggung langsung saja di briefing dan seperti biasa 'dikerjain' dan 'dibikin gila'. *hahaha. Dan lagi, muncul sosok baru, namanya Teh Ana. Teh Ana tinggal bersama Emak. Rumah Emak bersebelahan dengan rumah Bu Iik. Teh Ana tidak lain adalah adik bontotnya Bu Ii. Ketika asik briefing sambil bercanda tawa, ada anak-anak mengintip dari balik tembok. Teh Vina pun memanggil dan meminta mereka untuk memperkenalkan diri, kami juga memperkenalkan diri ke mereka. Dilanjutkan dengan anak-anak latihan tari Jaipong.

Semakin sore, semua teman laki-laki sholat ashar dan pergi mengendarai motor untuk berbelanja. Pada saat itupun, setelah anak-anak latihan tari sebanyak 2 kali, Teh Vina meminta mereka untuk pulang karena sudah sore dan meminta mereka untuk datang di keesokan harinya, hari Senin (yang tidak lain adalah hari ini). Kebetulan anak SD libur karena para guru mengikuti rapat sekolah. Kemudian aku mandi dan sholat ashar. Sewaktu mendekati magrib, Teh Vina berangkat pulang meninggalkan rumah Bu Iik.

Setelah sholat magrib dan makan bersama. Oya, kami masak nasi dan Bu Iik menyediakan sayur asem loh. Alhamdulillah. Setelah selesai makan, kami bersiap menuju ke rumah Teh Vina untuk selanjutnya bersilaturahmi ke beberapa tokoh masyarakat. Dan ternyata Teh Vina sudah menunggu duduk manis di teras depan rumah, sambil 'berpuisi' katanya.

Kunjungan pertama menuju ke Pak Wakades (Wakil Kepala Desa), Pak Haji Elam. Disana kami berkenalan dan menyerahkan fotokopi KTP sebagai warga pendatang yang baik. Alhamdulillah penerimaannya sangatllah baik dan hangat. Selanjutnya kami menuju ke rumah Pak Kades (Kepala Desa). Sayangnya beliau tidak ada ditempat dan kami diminta untuk menunggu selama 1 jam. Sambil menunggu kami ke rumah wetan (rumah lain milik keluarga Teh Vina) , disana ada Ayah dari Teh Viina. Aku lebih senang memanggilnya Abah. Sambil bersilaturrahmi, Abah bercerita panjang lebar tentang kondisi Desa Sukapura saat ini dan juga  tentang apa yang menimpa beliau selaku mantan Ketua BPD (Badan Permusyawaratan Desa). Pastinya banyak hal yang bisa kami pelajari dari beliau.

Tepat jam 8.30 kami kembali menuju rumah Pak Kades setelah kurang lebih 1 jam. Dan kami bertemu dengan beliau. Singkat cerita, kesimpulan pertemuan tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa besok kami harus datang ke kantor kecamatan untuk menyampaikan perihal KKN ini. Setelah itu kami langsung mohon undur diri. Sebelum menuju ke base camp, kami mampir ke rumah Teh Vina untuk membicarakan hal yang akan kami laksanakan keesokan harinya, yaitu kunjungan ke kantor kecamatan. Kemudian, kami pulang menuju base camp. Di sini kami berdiskusi mengenai beberapa hal yang telah disampaikan oleh Teh Vina sebelumnya. Diantaranya tentang rincian program dan jadwal piket harian. Sebagai PIC (Person in Charge) kegiatan berkebun di pekarangan, aku mencari berbagai informasi tentang beberapa tanaman yang tidak terlalu lama masa panennya. Dan kami pun beristirahat.

Monday, April 25, 2016

Playing Scrabble

A few days ago, I bought a new scrabble online. Well, actually my friend, Kak Rita, bought me that. It has been so long time to no play scrabble. Last time I played it in senior high school. There was a lot of memories in scrabble.

When I was in senior high school, I joined scrabble competition for many times. But I never won even once. However I did enjoy all the experiences with friends, seniors and juniors playing scrabble.

To write all the story will be a long writing. Let it to be kept well in my memory.

ATLAS.ti keren! (Day 129)

Aku ke kampus agak siangan buat ikutan sesi training cara pakai ATLAS.ti buat analisa data, terutama analisa qualitative. Keren banget sih t...