Thursday, April 22, 2021

How to be Self-disciplined and Self-motivated

I was invited by a friend teaching in Grade 5 at Global Jaya School to be a guest speaker in a student camp that they were conducting virtually. There were some topics offered that I could choose and I picked 'How to be Self-disciplined and Self-motivated.' I did some research on Google and found a lot of information about it. I read some books and articles as my reference. Interestingly, the student camp organizer expected me to not only lecture the students but also engage them in some hands-on activities during the session. Well, it was interesting and challenging at the same time. 

After collecting some information and took notes on some important points, I got some points to be shared with students in the simplest way and words. And, guess what? I got an idea of which activity to do while I was in the bathroom about to brush my teeth. Hillarious! Ideas may come at any time. Here is my lesson plan. 

Exhibiting Self-discipline and Self-motivation for Grade 5 Students

By the end of this session, students are able to:
- Describe what it means to be self-disciplined and self-motivated
- Explain why it is important to be self-disciplined and self-motivated
- Demonstrate self-discipline and self-motivation in daily life

Materials needed:

1 big (or 2 small) brown used cardboard box
2  pieces of one sided used A4 paper 
2 m of plastic ropes/ old fabric/ or anything can be used to tie
Glue, scissors, a pen, a pencil, an eraser, coloring markers/pencils/crayons, 

Opening (20 min)

Introduction (5')
Ice breaker (15')

Red light, Green light - Let students pick a move (jumping, running, flying, or swimming) and listen to the instruction. Students move on the Green light and stop on the Red light.
Then, briefly share some ideas on why there is a traffic light, what it is for, how some people may obey it or ignore it, and what consequences that may happen. Relate this analogy to the concept of self-discipline and self-motivation. 

Activitiy (60 min)

Introduction to self-discipline and self-motivation (15')

- Students are ready with a piece of paper and a pencil.
- Students follow the instructions given to draw some shapes on the paper - triangle, circle, square, rectangle. (The goal is not mentioned)
- T reviews the drawing made by the students that without knowing the purpose or the goal of what the Ss do, Ss will have no clear idea what actually Ss are doing or making. 
- Ss are ready with another piece of paper and a pencil.
- Ss follow the instructions given to draw a car by making some shapes - 2 circles, rectangle, triangle, 2 squares. (The goal is mentioned)
- T reviews the Ss' drawings and introduces the importance of the goal to be self-disciplined and self-motivated.

How to be self-disciplined and self-motivated (45')

Draw a triangle on the cardboard with the 20 cm baseline and 10 cm height.
- Draw  4 rectangles on the cardboard. Each of them has 20 cm of length and 5 cm of width.
- Punch 2 holes on two corners of the triangle to tie the rope later on.
- Punch 2 holes on the right side and 2 holes on the left side of the rectangle. 
- Tie the rope through the holes with the triangle as the top and followed by the other four rectangles.
- Answer the following questions and write the answer on the cardboard. (an example is provided)
Triangle: GOAL (What do you want to achieve? I want to be an architect)
Rectangle 1: REASON (Why do you want it? I want to build a nice and safe place where people can enjoy staying there)
Rectangle 2: OBSTACLES (What may stop you from it? I feel lazy to study, I want to sleep more, I watch Youtube too much, I love playing games)
Rectangle 3: HABITS (What to do to make it? Study hard, go to the best university to be an architect, find out some studies about architecture, learn from books, Youtube, or anywhere)
Rectangle 4: PROGRESS (What have you done so far? I am following some famous architects on social media, I learn from architects on Youtube, I do very well in Math.)

Closing (10 min)

Summary
Q&A

Here is the slide I presented during the session. And, below is its references.

https://www.wellsanfrancisco.com/how-to-be-self-disciplined/
https://dariusforoux.com/self-discipline/
https://www.mindtools.com/pages/article/self-discipline.htm#:~:text=Self%2Ddiscipline%20is%20the%20ability,re%20feeling%2C%20physically%20or%20emotionally.&text=Motivation%20and%20willpower%20contribute%20to,your%20intentions%2C%20and%20hard%20work.
https://www.uopeople.edu/blog/self-discipline-for-students/





Saturday, April 3, 2021

Tentang Mbah Uti-ku #Day30

Catatan ini sudah aku tuliskan sejak 21 Nov 2017 dan baru saat ini aku bisa merapikannya. 

Mbah Uti ku meninggal beberapa tahun lebih dari 15 tahun yang lalu. Mbah Uti itu sapaan untuk Mbah Putri di Bahasa Jawa, Bahasa Indonesianya Nenek. Bahkan aku baru tau nama aslinya Mbah Uti itu ketika aku mulai beranjak dewasa di tingkat SMA (Sekolah Menengah Atas). Aku baru saja baca buku tentang menulis dan di bagian akhir buku ada lampiran beberapa hasil tulisan para pemenang lomba menulis ibu-ibu lanjut usia. Salah satu ceritanya bercerita tentang nenek, dan tiba-tiba aku teringat Mbah Utiku.

Mbah Utiku itu perkasa
Jarak antara rumahku ke rumah Mbah Uti itu tidak deket, kurang lebih 3 - 4 km. Biasanya Mbah Uti kalau sedang kangen sama cucu-cucunya, Mbah Uti akan langsung datang ke rumah tanpa pikir panjang. Pada waktu itu masih jarang sekali ada angkot atau pransportasi umum di sana, bahkan bisa jadi dalam sehari itu cuma lewat cuma sekali bolak balik. Makanya, sering sekali Mbah Uti jalan kaki. Seingatku dulu Mbah Uti punya sepeda unta cewek (hehe aku tidak tahu apa nama jenis sepeda ini dalam Bahasa Indonesia). Sepeda unta itu model sepeda zaman dulu yang bagian depannya tidak ada penghalangnya, makanya aku sebut sepeda wedok (cewek) karena biasanya dipakai perempuan. Sayangnya aku tidak bisa bercerita banyak soal sepeda itu karena seingatku jarang sekali Mbah Uti datang ke rumah pakai sepeda. Meskipun Mbah Uti selalu datang dengan jalan kaki, Mbah Uti tidak pernah datang dengan tangan kosong. Pasti ada saja yang dibawa. dan, bawanya tentengannya itu tidak cuma satu atau dua plastik kecil, tapi satu keranjang besar yang digendong belakang pakai selendang. Mbah Uti memang perempuan perkasa. 
----------
Salah satu orang yang sudah membentukku jadi pribadi saat ini adalah Mbah Uti. Salah satunya adalah karena keperkasaannya yang aku ceritakan di atas. Berikut adalah hal-hal lain tentang Mbah Uti. 

Jadilah perempuan anggun
Pernah suatu ketika aku sedang makan dengan duduk di lantai. Aku masih kecil saat itu. Aku makan dengan membuka kaki lebar alias ngangkang dan  meletakkan piring di tengah tengah kaki. Waktu itu ada Mbah Uti yang duduk di sebelah ku sedang menginang. Mbah Utiku menarik salah satu kakiku dan mendekatkannya ke kaki yang lain. Katanya "Perempuan itu duduknya yang rapet." Sejak saat itu juga aku tidak lagi duduk dengan kaki terbuka lebar. Setidaknya bersila. Dan, aku perhatikan Mbah Uti memang selalu meluruskan dan merapatkan kakinya dengan menopangkan satu kaki di atas lainnya setiap kali duduk di lantai. 

Kamu ingin sesuatu, berusahalah
Setiap kami para cucunya libur sekolah, kami diajak Mbah Uti untuk ikut ke ladang memanen hasil kebun seperti kacang hijau, jagung, padi dan lain-lain. Nah, Mbah Uti selalu bertanya apa yang kami ingin beli. Tapi, itu harus keperluan sekolah. Ada kalanya aku ingin sepatu, buku, tas, atau seragam baru. Setelah menanyakan satu per satu tentang apa yang ingin kami beli, kami semua diajak Mbah Uti pergi ke kebun beramai-ramai. Bahkan, ada kalanya kami di ajak ke pasar untuk menjual hasil panen dan langsung beli apa yang kami inginkan. Aku masih ingat sekali waktu itu aku, Mas Munir, Mas Imam, dan Dila diajak ke kebun untuk memanen kencur. Kami membagi tugas, ada yang menggali dan ada yang membersihkan tanah dari kencurnya. Yang paling melekat di ingatanku adalah waktu itu mas Imam dan Mas Munir bergantian untuk membawa sekarung kencur hasil panen kami ke pasar. Dan, jaraknya sangatlah jauh yang kami tempuh dengan jalan kaki. Luar biasa kan? Tapi rasa lelahnya terbayarkan ketika kami dibelikan barang-barang yang kami inginkan. Sangat senang rasanya. 

Mbah Uti adalah wanita panutan kedua setelah Mamak dalam hidupku. Aku bersyukur masih diberikan kesempatan untuk masih bisa bertema dan belajar dari Mbah Uti sebelum meninggal dunia. 

Friday, April 2, 2021

A Discussion on Thoughts of Indonesian Muslim Scholars #Day29

The following note was taken when I was teaching Islam Subject part-time at Sampoerna Academy. According to the date saved here, I put it in this blog on November 11th, 2017. And, I have never touched it since then. 
----------

In this term, I decided to have my Grade 12 students do a research on how Indonesian Muslim scholars view religious tolerance. The information to be collected and presented consisted of the scholars' basic information, educational background, opinion on religious tolerance, and how they call on all Muslims in Indonesia to show religion tolerance. Additionally, the students had to give their own opinion responding to the scholars' views if they agree or disagree along with their arguments. The instruction covered in the following questions.
  • Who is the scholar?
  • What is his/her educational background?
  • What does the scholar think about tolerance?
  • Do you agree with his/her opinion? Why?
  • How does the scholar mostly call on Muslims in Indonesia to religious tolerance?
I searched on Google by typing "daftar tokoh Islam Indonesia". Wikipedia provided a list of names, but I picked only some and put them in my list. To choose the scholars to be discussed by the students, I considered two points, the scholars' influence  or contribution to the development of Islam in Indonesia and the availability or access to relevant information on the internet. 
  • Abdullah Gymnastiar (Aa Gym)
  • Abdurrahman Wahid (Gus Dur)
  • Dr. Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka)
  • Prof. Dr. Quraish Shihab
  • KH Mustofa Bisri
  • Habib Rizieq Shihab
  • Felix Siauw
  • Zainuddin MZ.
Once the list above was presented, one of the students came up with her own choice which was Ulil Abshar Abdala, so I let her go with it. One class period (around 45 minutes) was allocated for students to collect the relevant information and prepare the PowerPoint (PPt) slides. The presentation started in the following week. 

Ulil Abshar Abdalla was first presented. The student shared one of Ulil's writing Menyegarkan Kembali Pemikiran Islam. Unfortunately, I did not take some notes on it. 

After that, another student shared some information about Habib Rizieq starting from his family background to his educational background. 

Next, it was Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA) presented. The student presented well with a lot of information about him and his contributions to Indonesia. From the presentation, I could see that the student was excited about Hamka's excellence and intelligence especially knowing that not only did he study Islam but also western cultures. 

The next scholar was KH. Mustofa Bisri. The student mentioned that according to this scholar, the Islam religion is not a political party. This scholar had always believed to be gentle to others no matter what their religion was. 

Last, the student talked about Felix Shiauw. 

Once, I had a concern that the information collected by the students might be coming from not valid resources. On the internet, anyone can say anything. However, the point that I wanted to make through this discussion was that to introduce my students to different opinions, especially in this religious tolerance issue, among the Muslim scholars who have a lot of knowledge and experience in Islam. During the class, I did not tell the students to agree or to disagree with some specific views of the scholars. I let them decide by themselves. Everyone is entitled to her and his opinion and what we all can do is to respect one another. 

Thursday, April 1, 2021

Should I avoid any failure? It's always painful #Day28

Di bulan Januari lalu aku menciba mendaftarkan diri untuk menempati posisi Subject Matter Expert (SME) di kantor. Ternyata aku masih gagal. Sebelumnya, kira-kira di bulan September tahun lalu aku pun sempat mendaftar, sayangnya aku pun gagal. 

Di proses seleksi tahun lalu, aku bisa melalui tahap penyaringan berdasarkan performance, hasil tes, dan sampi di tahap wawancara. Saat itu aku di wawancarai oleh atasannya atasanku. Waktu itu kanto membutuhkan 2 SMEs dan ternyata seperti yang disampaikan sewaktu wawancara, ada dua kandidat yang sangatlah kuat. Alhasil, mereka berdua lah yang terpilih. 

Tapi, aku merasa senang karena masuk sampai pada tahap wawancara itu memberiku kesempatan untuk berbicara langsung dengan atasanku. Selama ini mungin dia hanya mengenal nama saja. Menurutku, selalu seru dan menyenangkan bisa mengenal orang-orang yang sudah menempati posisi-posisi kepemimpinan. Aku seringkali berusaha untuk mengamati dan mencuri ilmu sebanyak-banyaknya dari bagaimana para leaders (pemimpin) memainkan perannya. Anyway, aku merasa senang karena aku mendapatkan beberapa feedback positive dari ataasannya atasanku itu. 

Du bulan Desember yang lalu, ada lagi posisi SME yang kosong dan aku mencoba lagi mendaftar. Sayangnya, aku bahkan tidak lolos penyaringan karena ada beberapa nilai performance ku yang merah. Akan tetapi pada saat yang sama aku pun merasa senang karena aku mendapat feedback yang sangat bagus dari atasanku dan juga atatsannya atasanku. Bahkan mereka sendiri pun menyayangkan karena aku tidak bisa lolos ke tahap berikutnya. 

Sebenarnya ini bukan yang pertama atau kedua kalinya. Aku sudah mencoba mendaftar berkali-kali. Dan, semakin ke sini, aku semakin sedih ketika aku tidak bisa berhasil terpilih. Apakah aku kecewa? Pastinya. Apakah aku terluka? Pastinya. Ya, inilah yang biasanya aku dan kamu rasakan ketika kenyataan tidak sesuai dengan harapan. Tapi, apalah arti ketidaksesuaian itu kalaupun toh aku masih bisa terus berjalan maju melalui hari-hari dengan banyak hal lain lagi. Pertanyaannya, apakah aku akan mencari-cari kegagalan-kegagalan lainnya? Sepertinya iya. Karena sebuah kesempatan itu adalah sebuah pintu yang aku coba untuk membukanya dengan menggunakan kunci dan alat yang aku punya. Kalau aku masih saja tidak bisa membukanya, aku akan mencari punti kesempatan lain dan mencoba lagi untuk membukanya. Toh, kesedihan itu pun hanya sesaat dan akan terkalahkan dengan perasaan bahagia ku jauh lebih banyak dan lebih besar. 

Kolaborasi #Day27

Di hari Senin yang lalu (29 Maret), teman-teman kuliah S2 Pendidikan Bahasa Inggris UIN Jakarta mengadakan reuni virtual lewat Zoom. Ada beberapa yang hadir seperti Ica (penggagasnya), Anwar, Ratna, Aul, Wilda, dan Afti. Aku bisa hadir sejak awal tetapi tidak bisa mengikuti obrolan dengan jelas karena aku masih dalam perjalanan ke rumah dari Sunway Pyramid dan koneksi internet di HP sangatlah lambat. Jadi, aku baru bisa bergabung lagi setelah kira-kira 30-40 menit sampai di rumah. Aku senang sekali bisa bertemu teman-teman lagi lagi untuk bercerita tentang kabar dan berbagi pengalaman. Saat itu Aul dan Ratna sudah pamit karena perlu mengurus anak mereka.    

Setelah aku menyapa semuanya aku sempat menanyakan ke Ica apa saja agenda dalam pertemuan ini. Entah kenapa aku langsung terpikir begitu. Ada sebuah suara dalam hatiku yang mengatakan bahwa aku tidak mau pertemuan ini hanyalah sekedar haha hihi saja. Perlu ada sesuatu yang dibicarakan sehingga menjadi lebih bermakna dan bermanfaat untuk semua yang hadir. Alhasil, karena dari jawaban Ica sepertinya menunjukkan bahwa tidak ada agenda tertentu, jadi I took a step in to lead the discussion.

Dari sepanjang diskusi yang kami lakukan, ada beberapa hal yang menjadi catatanku dan juga menjadi inspirasiku untuk nanti belajar di tingkat S3.

Kedisiplinan. Anak-anak didik teman-temanku saat ini kebanyakan menunjukan kurangnya kedisiplinan, apalagi sejak kegiatan belajar mengajar berubah ke media online. Beberapa hal yang disebutkan adalah soal persentase kehadiran mereka di kelas dan juga pengumpulan tugas. Ica seringkali dianggap sebagai guru dan dosen yang galak karena dia selalu menekankan kedisiplinan ke anak muridnya. Entah apa yang merasuki anak-anak zaman sekarang. 

Budaya membaca. Ica bercerita banyak soal bagaimana anak muridnya mendapatkan informasi untuk beberapa materi presentasi di kelas ataupun tugas yang diberikan. Ternyata kemudahan akses informasi di Google merupakan sumber informasi yang melimpah untuk mereka. Sayangnya, mereka seringkali hanya serta merta menyalin informasi yang didapatkan untuk di gunakan di kelas, kopas (copy paste). 

Teknologi. Cukup menarik ketika Pak Anwar berbagi beberapa cerita tentang beberapa kegiatan dan pelatihan yang dia lakukan di sekolah dan juga di salah satu institusi pemerintahan hingga saat ini terkait penggunaan teknologi untuk mendukung proses belajar mengajar. Aku sangat mendorong teman-teman guru untuk ikut bergabung dengan Pak Anwar, apalagi ada program certified educators yang ditawarkan. Dia juga bercerita tentang grup Belajar Bicara Bahasa Inggris online dengan pertemuan rutin. Lagi-lagi, teman-temanku harus ikutan juga. 

Kurikulum. Aku kaget ketika Kak Wilda bicara soal kurikulum baru yang di terapkan. Aku kurang paham soal kurikulum tapi yang jelas dia sempat menyebutkan kalau kami ini generasi lama dan sudah ada beberapa hal baru yang diterapkan di sekolah yang bahkan mereka belum mendapatkan sosialisai ataupun pelatihannya. Ya, pastinya seiring berjalannya waktu akan selalu ada perubahan-perubahan. Perubahan itu sesuatu yang tidak bisa disangkal kan. Akan tetapi sangat disayangkan sekali kalau teman-teman tidak mendapatkan pelatihan yang memadai sebelum penerapan dilakukan. 

MGMP. Setelah mendengar sederetan cerita dari teman-teman yang kebanyakan adalah permasalahan dan keluhan selama menjadi seorang guru, terutama guru Bahasa Inggris, aku kemudian menanyakan soal program professional development untuk para guru. Ternyata memang ada, yaitu MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran). Menariknya, aku pun baru tahu soal ini, mereka tidak ada yang mengikuti MGMP sama sekali. Kalian tahu alasannya apa? Karena MGMP biasanya dihadiri oleh guru-guru yang sudah lama dan yang mengikuti ya itu-itu saja, seperti sudah ada kelompok atau geng khusus. Eksklusif sekali ya? Senioritas nya kental ya? Padahal kalau ini terbuka untuk semuanya, mereka bisa bertukar pikiran dan saling berbagi saran untuk menyelesaikan masalah atau tantangan yang di hadapi selama proses belajar mengajar. 

Motivasi. Hal lain yang menarik perhatianku adalah soal motivasi para anak murid teman-temanku. Mereka menceritakan bagaimana anak murid mereka tidak memaknai proses belajar yang mereka lakukan. Bahkan seringkali mereka menemukan anak murid yang menyepelekan dengan kehadiran mereka di kelas dan tidak mengerjakan tugas yang diberikan. Terlebih lagi, mereka yang mengajar di sekolah swasta kadangkala mendapatkan tekanan dari pihak orang tua ketika mereka ingin melakukan beberapa upaya meningkatkan kedisiplinan anak atau mendorong motivasi mereka dalam belajar. Tampaknya cukup sulit. 

Dari sini aku melihat bahwa kami harus berkolaborasi dan bersinergi untuk bersama-sama belajar dan berbagi supaya kami masing-masing terus melakukan perbaikan dalam bidang kami masing-masing. Semoga ini bisa kami wujudkan, setidaknya aku bisa melakukan langkah-langkah kecil. Apakah itu? Akan aku ceritakan nanti di waktu lain. 


ATLAS.ti keren! (Day 129)

Aku ke kampus agak siangan buat ikutan sesi training cara pakai ATLAS.ti buat analisa data, terutama analisa qualitative. Keren banget sih t...